Rabu, Oktober 15, 2008

Sudahkah Anda Bersyukur Hari Ini?

Malam itu dia berjalan di bawah sinar sinar lampu jalanan Jakarta, malam, sepi hanya beberapa mobil lewat membelah jalanan di rasuna said dia terus berjalan, hatinya gelisah, memikirkan rumah kontrakannya yang kurang memadai, ia menghayal memiliki rumah yang indah, yang layak pakai. tiba di depan halte bis, Ia menoleh ke sisi kanannya, seorang tua tanpa baju tergeletak mendengkur di atas halte, syaiful terhenyak ia masih lebih beruntung dan pengemis jalanan itu malam itu, syaiful duduk terpekur di atas kursi kerjanya, dipandanginya jalanan lewat jendela, badannya tampak letih, wajahnya kusut, pakainnya lusuh, seharian menghitung angka angka membuat kepalanya pening, sempat terpikirkan olehnya betapa penghasilan yang didapatnya tak seimbang dengan tenaga dan pikiran yang dikeluarkannya, ‘tek tek tek’, suara itu mengusik keheningan syalful, dipandanginya di bawah, sebuah gerobak berjalan di bawah sana.. syaiful melihat seorang penjual nasi goreng berjalan di tengah kegelapan malam, berjalan jauh dan satu tempat ke tempat lain, berharap ada orang yang membuka pintu rumahnya dan membeli nasi gorengnya, syaiful menarik nafasnya, ah mungkin keletihanku tak seletih sang penjual nasi goreng, tak sepenat penjual gorengan yang mengangkut gorengan di atas pundaknya dan berjalan jauh tak sewajarnya aku berkeluh kesah seperti ini, begitu pikir syaiful siang itu syaiful makan siang disebuah warteg uangnya tinggal 10.000 rupiah, padahal gajian baru 7 hari lagi. dipesannya makanan sederhana, nasi putih separuh, tempe goreng, krupuk dan sambal .. sangat sederhana, sementara di sampingnya, seorang pemuda sedang rnakan dengan ikan ayam dan telor, ah beruntung sekali orang itu, pikir syaiful.. nasi hampir habis, ketika ia melihat, di seberang jalan seorang anak tanpa alas kaki, memegang ranting pohon, membungkuk, mengorek ngorek tempat sampah, mencari sisa makanan Ya rabbi, untuk kesekian kalinya syaiful bersyukur atas keadaan dirinya ... duh ya Rabbi, jadikan aku hamba yang pandai bersyukur, begitu desah syaiful..malam itu, syaiful duduk terbaring di atas karpet, berbantalkan sajadah ... ia menerawang ke langit langit, ia menerawang jauh, a berkhayal, tidur diatas kasur spring bed seperti kawan kawannya, dengan selimut tebal, bebas dan gangguan nyamuk.. tapi, seiring lamunannya, ingatannya terbawa pada kehidupan sang Nabi.. ketika umar bin khattab masuk ke bilik nabi, umar menangis tersedu sedu, ketika ditanyakan kenapa umar menangis, umar menjawab .. ya nabi, aku tak tega melihat bekas bekas tikar di rusukmu, engkau begitu sederhana, sementara kisra bercahayakan emas.. nabi yang agung ini menjawab, “umar, janganlah terpengaruh dunia, cukuplah bagi kita kebahagiaan akhirat syaiful terpekur, dibacanya doa pengantar tidur, hatinya tenang, ia bersyukur kembali .. karena Allah memberinya ijin untuk mensyukuri keadannya, dan memberikannya contoh contoh teladan dalam kehidupannya, dan Ia bersyukur, ia masih lebih baik dan yang lain ... ia masih punya karpet untuk berbaring, ia masih punya kontrakan untuk berlindung dan panas dan hujan, ia masih punya pekerjaan dan penghasilan untuk menopang hidupnya

Subhanallah, Ia ilah ha illa Anta, astaghfiruka, walhamdulillahhi rabbil ‘alamin.. syaiful meredupkan matanya, tak ada yang perlu ditakutkan, Allah memeliharanya dan memberikan baginya bagiannya ... sayup sayup terdengar suara mengaji dan masjid di depan rumahnya, syaiful terpejam, ada senyuman di bibirnya ... ada ketenangan mengalir di dadanya, seekor nyamuk menempel di keningnya, namun syaiful tetap terpejam, dan malam berlalu seiring berputarnya waktu. (From: Ery Dwi Kartini )

Rabu, Oktober 08, 2008

Bila Hati Bersatu karena Allah

Tidaklah mudah melimpahkan satu kepercayaan kepada seseorang sebelum mengenalnya begitu dekat. Tapi tidak demikian yang dihadirkan rasa percaya dari seorang teman terbaruku saat ini.

"Saya Aminah...", demikian perkenalan pertamanya kepadaku lewat telepon. Demikian mudah nya kami langsung bersambung rasa dan berbagi masalah.

Sebagaimana janji Allah dalam salah satu ayatnya bahwa Hanya Allah lah yang mampu menyatukan hati-hati manusia yang beriman. Benar memang, tak ada yang mampu menyatukan hati-hati ini kecuali oleh Tangan-Nya yang Maha Kuat. Saya yakin janji Allah inilah yang menyuburkan rasa percaya yang begitu mendalam di hati teman baruku yang hadir begitu apa adanya. Padahal kami belum bertemu langsung, tapi seakan rindu begitu menjalar di hati kami.

"Bantu saya ukhti, menemani teman-teman muslimah Jepang untuk belajar agama di masjid sabtu sore minggu ini," ternyata dia berjuang sendirian mengusahakan kemajuan halaqah (kelompok pengajian) muslimah Jepang di kotaku. Betapa malunya pada ALlah karena selama ini segala aktivitas kegiatan Islam masih di seputar saudara-saudara se-tanah air saja. "Insya Allah ukhti, sebisa mungkin kami bantu, saya dan teman-teman yang siap membantu juga," alhamdulillah akhirnya saya bisa memberikan jawaban yang melegakan hatinya.

Dengan bahasa yang mudah ditangkap oleh para muslimah Jepang, Aminah pun menterjemahkan bahasan minggu ini yang disampaikan oleh ukhti dari Mesir dari bahasa Arab ke bahasa Jepang, di Sabtu sore minggu itu. Betapa semangatnya dia menyampaikan kebenaran satu demi satu kata. Masya Allah padahal dia baru kenal Islam, tidak selama kumengenal Islam yaitu sejak lahir.

"Mereka butuh perhatian yang dalam ukhti, muslimah Jepang di sini biar lebih maju pemahaman Islamnya," demikian alasan yang diungkapkan saat kami berdiskusi tentang kepeduliannya sampai ke kotaku.

Dua minggu lagi dia harus meninggalkan Jepang, untuk kembali ke Siria meneruskan belajar Islamnya di sana. "Saya masih harus berjuang 3 tahun lagi di Siria, mohon doanya sehingga saya bisa kembali ke Jepang", ah sahabat apalagi yang bisa saya bantu kecuali doa untukmu demikian bisikan hatiku. "Insya ALlah, dan banyak sahabat muslimah Jepang menunggumu, kembalilah..", kutegaskan pesanku agar menguatkan langkahnya untuk kembali ke Jepang.

Alhamdulillah meski hanya setahun sekali dia selalu meluangkan untuk pulang ke Jepang, pada saat liburan musim panas. Dan di tahun ini dia berkesempatan bertemu denganku. Rasa syukurku begitu semakin mendalam, karena Allah pertemukan lagi seorang mujahidah sejati muslimah Jepang. Dan ku yakini juga hanya kekuatan Allah lah sehingga kami bisa dipertemukan. Sempet juga terucap darinya, katanyakalaulah sebelum ke Siria bertemu denganku mungkin dia akan belajar Islam ke Indonesia saja. Tapi kembali meyakinkan dirinya, dia harus bisa selesai dengan baik masa belajarnya di Siria ini.

Suatu hari dia meneleponku lagi, "Ukhti, bisakah saya menitipkan infaq buat saudara yang mendapat bencana di Indonesia?" Ternyata dia ingin menitipkan infaq tersebut kepada saya. Masya Allah, meski dia tidak mengakui itu infaq darinya, tapi ada satu bacaanku yang menguatkan betapa pedih yang dirasakan saudara-saudara di Indonesia dirasakan juga olehnya. "Insya Allah ukhti, akan saya sampaikan lewat lembaga yang bisa dipercaya oleh umat," jawabku di telepon meyakinkannya.

Astaghfirullaah kenapa tidak kurasakan hal yang sama, untuk memanfaatkan kesempatan ini menitipkan kepadanya infaq untuk saudara-saudara di palestina dan di libanon, karena kuyakin dia pasti tahu pos termudah untuk menyampaikannya. Kubulatkan tekad saat pertemuan terakhir nanti, agar bisa menitipkan hal yang sama kepadanya, semoga tidak lupa.

Dia telah memberikan kepercayaan yang demikian mendalam hanya karena Allah, akupun ingin mempercayainya karena Allah. Dan biarkanlah dunia terus berputar memperlihatkan bagaimana Allah akan terus menyatukan hati-hati kami, sampai di akhirat kelak. Amiin ya rabbal alaamin.
(Oleh Noor Amalia Ulfa Nagoya dini hari, 24 Agustus 2006)