Jumat, September 18, 2009

SELAMAT IDUL FITRI 1430 H





Bulan dimana nafas kita jadi tasbih, tidur kita menjadi ibadah, amal kita diterima dan do'a kita diijabah
sebelum cahaya surga padam, sebelum hidup berakhir,
sebelum pintu tobat tertutup, sebelum Ramadhan datang kembali. Jika ada kata yang salah ucap, jika ada tingkah yang salah berbuat.

Sabtu, Agustus 29, 2009

Jangan Biarkan Puasamu Sia-sia

"Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga."

Di bulan Ramadhan ini setiap muslim memiliki kewajiban untuk menjalankan puasa dengan menahan lapar dan dahaga mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari. Namun ada di antara kaum muslimin yang melakukan puasa, dia tidaklah mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja yang menghinggapi tenggorokannya. Inilah yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jujur lagi membawa berita yang benar,
"Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga." (HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi –yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya).

Apa di balik ini semua? Mengapa amalan puasa orang tersebut tidak teranggap, padahal dia telah susah payah menahan dahaga mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari?
Saudaraku, agar engkau mendapatkan jawabannya, simaklah pembahasan berikut mengenai beberapa hal yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia –semoga Allah memberi taufik pada kita untuk menjauhi hal-hal ini-.

1. Berkata Dusta (az zuur)
Inilah perkataan yang membuat puasa seorang muslim bisa sia-sia, hanya merasakan lapar dan dahaga saja.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan." (HR. Bukhari no. 1903).
Apa yang dimaksud dengan az zuur? As Suyuthi mengatakan bahwa az zuur adalah berkata dusta dan menfitnah (buhtan). Sedangkan mengamalkannya berarti melakukan perbuatan keji yang konsekuensinya telah Allah larang. (Syarh Sunan Ibnu Majah, 1/121, Maktabah Syamilah)

2. Berkata lagwu (sia-sia) dan rofats (kata-kata porno)
Amalan yang kedua yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia adalah perkataan lagwu dan rofats.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, "Aku sedang puasa, aku sedang puasa"." (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Apa yang dimaksud dengan lagwu? Dalam Fathul Bari (3/346), Al Akhfasy mengatakan, "Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah."
Lalu apa yang dimaksudkan dengan rofats? Dalam Fathul Bari (5/157), Ibnu Hajar mengatakan, istilah Rofats digunakan dalam pengertian ‘kiasan untuk hubungan badan’ dan semua perkataan keji."
Al Azhari mengatakan, "Istilah rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita." Atau dengan kata lain rofats adalah kata-kata porno.
Itulah di antara perkara yang bisa membuat amalan seseorang menjadi sia-sia. Betapa banyak orang yang masih melakukan seperti ini, begitu mudahnya mengeluarkan kata-kata kotor, dusta, sia-sia dan menggunjing orang lain.

3. Melakukan Berbagai Macam Maksiat
Ingatlah bahwa puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja, namun hendaknya seorang yang berpuasa juga menjauhi perbuatan yang haram. Perhatikanlah saudaraku petuah yang sangat bagus dari Ibnu Rojab Al Hambali berikut :

"Ketahuilah, amalan taqorub (mendekatkan diri) pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan berbagai syahwat (yang sebenarnya mubah ketika di luar puasa seperti makan atau berhubungan badan dengan istri, pen) tidak akan sempurna hingga seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia larang yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan." (Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah)

Jabir bin ‘Abdillah menyampaikan petuah yang sangat bagus :
"Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja." (Lihat Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah)

Itulah sejelek-jelek puasa yaitu hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan maksiat masih terus dilakukan. Hendaknya seseorang menahan anggota badan lainnya dari berbuat maksiat. Ibnu Rojab mengatakan,
"Tingkatan puasa yang paling rendah hanya meninggalkan minum dan makan saja."
Apakah dengan Berkata Dusta dan Melakukan Maksiat, Puasa Seseorang Menjadi Batal?

Untuk menjelaskan hal ini, perhatikanlah perkataan Ibnu Rojab berikut :
"Mendekatkan diri pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan perkara yang mubah tidaklah akan sempurna sampai seseorang menyempurnakannya dengan meninggalkan perbuatan haram. Barangsiapa yang melakukan yang haram (seperti berdusta) lalu dia mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan yang mubah (seperti makan di bulan Ramadhan), maka ini sama halnya dengan seseorang meninggalkan yang wajib lalu dia mengerjakan yang sunnah. Walaupun puasa orang semacam ini tetap dianggap sah menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama) yaitu orang yang melakukan semacam ini tidak diperintahkan untuk mengulangi (mengqodho’) puasanya. Alasannya karena amalan itu batal jika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang karena sebab khusus dan tidaklah batal jika melakukan perbuatan yang dilarang yang bukan karena sebab khusus. Inilah pendapat mayoritas ulama."

Ibnu Hajar dalam Al Fath (6/129) juga mengatakan mengenai hadits perkataan zuur (dusta) dan mengamalkannya :
"Mayoritas ulama membawa makna larangan ini pada makna pengharaman, sedangkan batalnya hanya dikhususkan dengan makan, minum dan jima’ (berhubungan suami istri)."
Mala ‘Ali Al Qori dalam Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih (6/308) berkata, "Orang yang berpuasa seperti ini sama keadaannya dengan orang yang haji yaitu pahala pokoknya (ashlu) tidak batal, tetapi kesempurnaan pahala yang tidak dia peroleh. Orang semacam ini akan mendapatkan ganjaran puasa sekaligus dosa karena maksiat yang dia lakukan."

Kesimpulannya : Seseorang yang masih gemar melakukan maksiat di bulan Ramadhan seperti berkata dusta, menfitnah, dan bentuk maksiat lainnya yang bukan pembatal puasa, maka puasanya tetap sah, namun dia tidak mendapatkan ganjaran yang sempurna di sisi Allah. –Semoga kita dijauhkan dari melakukan hal-hal semacam ini-
Ingatlah Suadaraku Ada Pahala yang Tak Terhingga Di Balik Puasa Kalian
Saudaraku, janganlah kita sia-siakan puasa kita dengan hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja. Marilah kita menjauhi berbagai hal yang dapat mengurangi kesempurnaan pahala puasa kita. Sungguh sangat merugi orang yang melewatkan ganjaran yang begitu melimpah dari puasa yang dia lakukan. Seberapa besarkah pahala yang melimpah tersebut? Mari kita renungkan bersama hadits berikut ini.

Dalam riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Setiap amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), "Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku." (HR. Muslim no. 1151)
Lihatlah saudaraku, untuk amalan lain selain puasa akan diganjar dengan 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Namun, lihatlah pada amalan puasa, khusus untuk amalan ini Allah sendiri yang akan membalasnya. Lalu seberapa besar balasan untuk amalan puasa? Agar lebih memahami maksud hadits di atas, perhatikanlah penjelasan Ibnu Rojab berikut ini.

"Hadits di atas adalah mengenai pengecualian puasa dari amalan yang dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan hingga 700 kebaikan yang semisal. Khusus untuk puasa, tak terbatas lipatan ganjarannya dalam bilangan-bilangan tadi. Bahkan Allah ‘Azza wa Jalla akan melipatgandakan pahala orang yang berpuasa hingga bilangan yang tak terhingga. Alasannya karena puasa itu mirip dengan sabar. Mengenai ganjaran sabar, Allah berfirman,
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dibalas dengan pahala tanpa batas." (QS. Az Zumar [39] : 10). Bulan Ramadhan juga dinamakan dengan bulan sabar. Juga dalam hadits lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Puasa adalah setengah dari kesabaran." (HR. Tirmidzi*).

[* Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Al Jami’ Ash Shogir no. 2658 mengatakan bahwa hadits ini dho’if , pen]
Sabar ada tiga macam yaitu sabar dalam menjalani ketaatan, sabar dalam menjauhi larangan dan sabar dalam menghadapi taqdir Allah yang terasa menyakitkan. Dan dalam puasa terdapat tiga jenis kesabaran ini. Di dalamnya terdapat sabar dalam melakukan ketaatan, juga terdapat sabar dalam menjauhi larangan Allah yaitu menjauhi berbagai macam syahwat. Dalam puasa juga terdapat bentuk sabar terhadap rasa lapar, dahaga, jiwa dan badan yang terasa lemas. Inilah rasa sakit yang diderita oleh orang yang melakukan amalan taat, maka dia pantas mendapatkan ganjaran sebagaimana firman Allah,

"Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik." (QS. At Taubah [9] : 120)." –Demikianlah penjelasan Ibnu Rojab (dalam Latho’if Al Ma’arif, 1/168) yang mengungkap rahasia bagaimana puasa seseorang bisa mendapatkan ganjaran tak terhingga, yaitu karena di dalam puasa tersebut terdapat sikap sabar.-
Saudaraku, sekali lagi janganlah engkau sia-siakan puasamu. Janganlah sampai engkau hanya mendapat lapar dan dahaga saja, lalu engkau lepaskan pahala yang begitu melimpah dan tak terhingga di sisi Allah dari amalan puasamu tersebut.

Isilah hari-harimu di bulan suci ini dengan amalan yang bermanfaat, bukan dengan perbuatan yang sia-sia atau bahkan mengandung maksiat. Janganlah engkau berpikiran bahwa karena takut berbuat maksiat dan perkara yang sia-sia, maka lebih baik diisi dengan tidur. Lihatlah suri tauladan kita memberi contoh kepada kita dengan melakukan banyak kebaikan seperti banyak berderma, membaca Al Qur’an, banyak berdzikir dan i’tikaf di bulan Ramadhan. Manfaatkanlah waktumu di bulan yang penuh berkah ini dengan berbagai macam kebaikan dan jauhilah berbagai macam maksiat.

Semoga Allah memberi kita petunjuk, ketakwaan, kemampuan untuk menjauhi yang larang dan diberikan rasa kecukupan.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam. Semoga Allah membalas amalan ini
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Jumat, Juli 17, 2009

“ Apa yang Agama Inginkan dari Wanita “

Tidak di pungkiri lagi wanita memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan didunia ini, karena dari rahim-nya-lah, seorang Penjahat maupun Wali Allah berasal. Kalau kita mau merunut sejarah maka dapat kita temui begitu besar peranan wanita dalam agama. 2 orang khalifah masuk Islam dengan asbab wanita, yaitu : Umar r.a asbabnya adalah adiknya Fathimah binti Khattab r.ha dan Usman r.a asbabnya adalah bibinya Saudah r.ha., bahkan banyak lagi sahabiyah-sahabiyah yang memiliki peranan penting dalam perkembangan Islam itu sendiri.

Sejarah juga mencatat apabila ketidak adaan agama pada diri wanita maka kehancuran yang akan terjadi di muka bumi ini , Dalam buku “Gadis Kota Kufah”, Roman Sejarah Islam karya Georgie Zaidan dimana dalam buku itu di ceritakan betapa hebatnya pesona wanita cantik bernama Gutham membuat makar yang mengakibatkan Khalifah Ali bin Abi Thalif terbunuh.
Seberapa besarnya kerusakan dunia ini dapat dilihat dari seberapa besarnya kerusakan wanita yang ada di dunia ini. Sebaliknya seberapa baiknya dunia berbanding lurus dengan baiknya wanita di dunia.
Wanita tak ubahnya seperti sebuah pisau, tergantung di tangan siapa ia berada, apabila di tangan pembunuh maka kehancuran yang akan tercipta , tapi apabila ada di tangan dokter ahli bedah, maka kebaikan yang akan terwujud, Karena itu Agama menginginkan bagaimana dalam diri setiap wanita hari-harinya mempunyai fikir tentang agama sebagaimana hal tersebut juga Allah swt inginkan dari para pria.
Rumah yang ibunya mempunyai fikir agama, maka akan lahir anak-anak yang shaleh dan shalehah. Dari kisah-kisah para nabi, dapat dilihat istri nabi yang tidak punya fikir agama seperti nabi Nuh as. Beliau berda`wah selama 950 tahun hanya mendapat pengikut 83 orang. Anaknya menjadi kafir, kaumnya dimusnahkan oleh Allah swt. Nabi Luth as., istrinya menentang da`wah, anaknya menjadi kafir, kaumnya juga dimusnahkan oleh Allah swt. Sebaliknya Nabi Ibrahim as., istri-istrinya adalah wanita yang punya fikir agama, sehingga beliau mendapat banyak pengikut dan dari keturunannya lahir Nabi Ishaq as., Nabi Yusuf as., Nabi Daud as., Nabi Sulaiman as., Nabi Isa as., dan dari Siti Hajar lahir Nabi Ismail as., yang dari keturunannya lahir Nabi Muhammad saw.

Demikian pula istri-istri Rasulullah saw mampunyai fikir agama, terutama Khadijah r.ha yang telah mengorbankan seluruh harta bendanya untuk penyebaran agama Allah swt, dan beliaulah yang selalu menghibur, mendorong suaminya untuk si`arnya Islam, sehingga kurang lebih 23 tahun Nabi berda`wah, seluruh jazirah Arab masuk Islam.
Lantas hal-hal apa saja yang Allah swt harapkan dari para wanita, ulama bagi tahu sedikitnya ada 6 hal yang Allah swt harapan ada pada diri wanita.

Pertama , Allah swt mengharapkan dari wanita adalah bagaimana setiap wanita di tuntut untuk menjadi `Alimah (wanita yang berilmu).
Pemimpin keluarga adalah suami tetapi pemimpin rumah tangga adalah istri. Ibu adalah madrasahnya anak-anak. Ibu adalah universitas terbesar bagi anak-anaknya, sikap dan cara berfikir ibu sangat besar pengaruhnya bagi anak dan penghuni rumahnya, keluarganya dan lingkungan tetangganya..
Lantas bagaimana cara wanita memiliki ilmu??? Tidak ada cara lain dengan membuat Ta’lim harian dirumah, dimana setiap anggota keluarga menyisikan waktunya setiap hari secara istiqomah tanpa kecuali berkumpul untuk melakukan ta’lim harian di rumah. Dimana setiap harinya di bacakan firman Allah swt dan sabda Rasulullah saw serta kisah-kisah para sahabat Nabi saw. Dan tak lupa sekali atau dua kali dalam seminggu diadakan taklim adab-adab dan masail ( fiqh).

Suami sebagai pemimpin keluarga memberikan pengajaran tentang agama kepada keluarganya sekaligus pengontrol pembinaan keagaman di rumah, karena Ta`lim adalah perintah Allah swt dan salah satu sunnah Rasulullah saw. Ta`lim adalah roh agama. Ta`lim adalah salah satu pintu gerbang masuknya agama ke dalam rumah.

Lantas bagaimana kalau suami tidak mengerti tentang hukum-hukum dalam agama, maka disinilah tugas seorang istri untuk mendorong suaminya agar mendatangi para Ulama untuk bertanya perkara-perkara yang dianggap penting, kesalahan kita hari ini, apabila wanita tidak mengerti agama , maka wanita sendirilah yang bertanya langsung ke ustadz, padahal yang benar adalah wanita terlebih dulu bertanya kepada suami atau mahramnya kalau suami atau mahramnya tidak mengerti maka dorong mereka untuk bertemu dan bertanya kepada para ulama. Sehingga kedudukan suami sebagai kepala keluarga tetap berwibawa, bukan malah seperti sekarang para istri sibuk mengadakan pengajian di masjid para suami berkumpul bersama rekan-rekannya melakukan hal-hal yang di larang oleh agama.

Yang kedua yang Allah swt harapan dari para wanita adalah Zahidah : hidup sederhana. Hidup sedehana adalah salah satu sunnah cara hidup Rasulullah saw. Dengan hidup sederhana hisab akan mudah dan ringan. Sederhana pakaian, makanan, perumahan, perabotan, penampilan dll. Apabila di rumah, ibu selalu disibukkan dengan urusan rumah tangga seperti mengurus anak, membersihkan rumah, memasak dll sehingga sulit untuk belajar agama dengan benar.

Yang Ketiga wanita diharapkan menjadi `Abidah : Ahli ibadah, menjaga shalat di awal waktu, dzikir pagi petang, semua pekerjaan rumah selalu diiringi dengan dzikir, istiqamah baca Al-Qur`an dan berusaha untuk selalu mengkhatamkannya, shalat-shalat sunat,puasa wajib dan puasa sunat serta gemar bersedeqah.
Yang Ke empat : Murabbiyah : Sebagai guru yang mendidik anak – anak secara Islam. sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw ; Karena anak adalah amanah dari Allah swt maka pentingnya bagi seorang wanita untuk selalu memperhatikan:
Tarbiyatul adab : jaga ada-adabnya.
Tarbiyatul jasad : badan, pakaian dan makanan.
Tarbiyatul wiladhah : setelah melahirkan.
Tarbiyatul Diin : Agama,
kenalkan agama sejak anak-anak masih kecil, latih untuk selalu takut hanya kepada Allah swt, tanamkan pada anak Cinta Allah dan RasulNya cinta saudara dll. Pekenalkan pada anak-anak kita pejuang-pejuang agama terlebih para Sahabat r.a dengan cara sering-sering menbacakan kisah hidup mereka dari pada mendongengkan cerita-cerita yang di buat oleh orang-orang kafir.
Kelima sebagai Khaddimah : Selalu berkhidmat untuk suami dan anak – anak dalam setiap menunaikan keperluan dan kebutuhan suami dan anak-anak serta setiap tamu yang datang ke rumah dengan ikhlas karena Allah swt.

Yang ke enam, bagaimana setiap wanita menjadi. Da`iyah : Mengajak manusia untuk selalu ta`at kepada Allah swt dan kepada Rasulullah saw dengan menanamkan iman yakin kepada kampung akhirat, dll.
Karena itu sangat penting bagi wanita untuk mempunyai pengetahuan dan fikir agama. Kita tahu bahwa kita punya tanggung jawab untuk menanamkan fikir agama kepada anak-anak kita, pembantu-pembantu kita, keluarga kita, orang-orang di sekitar kita dan siapapun yang bertemu dengan kita. Di akhirat kelak kita akan di ditanya tentang : shalat kita, puasa kita, zakat kita dan amal perbuatan lainnya.
Sebagai muslim, baik laki-laki maupun wanita mempunyai tanggung jawab da`wah, maka wanita pun akan diminta pertanggung jawabannya mengenai da`wah. Setelah nabi wafat perjuangan da`wah dilanjutkan oleh para sahabatnya dengan pengertian dan dorongan para istrinya sehingga tidak beberapa lama 2/3 belaha bumi menjadi Islam.

Demikianlah semua ini berkat pengaruh dan fikir kaum wanita. Seorang wanita sholehah lebih baik dari 70 aulia, sedangkan wanita yang akhlaknya buruk lebih jahat dari 1000 laki-laki yang jahat dan dia akan menyeret 4 laki-laki keneraka jahannam yaitu :1. suaminya, 2. Bapaknya, 3. Saudara laki-lakinya, 4. Anak laki-lakinya.

Wanita yang tidak digunakan untuk kerja agama maka ia pasti akan di gunakan oleh orang fasik untuk kerja-kerja dunia.
Jadi sangat perlu sekali wanita ikut ambil bagian dalam usaha da`wah ini. Agama akan sangat lambat sekali perkembangannya apabila para wanitanya tidak ikut usaha da`wah. Ibarat pedati yang mempunyai roda sebelah, maka jalannya pun akan lama atau seperti seekor burung yang sayapnya patah sebelah.
Oleh karena untuk kedepannya semoga makin banyak wanita yang sadar akan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai hamba Allah swt dan pengikut Rasulullah saw. Dan semoga Allah swt dengan kasih sayang-Nya memudahkan para wanita untuk melakukan hal tersebut. Amien
Subhanallahi wabihamdika ashadu ala ilaha ila anta astagfiruka waatubuhu ilaik’..
(Budy S.)