Setelah manusia dibangkitkan dari alam kubur oleh Allah SWT, maka
manusia akan digiring secara bekelompok-kelompok dengan bertelanjang
kaki, tidak berpakaian me-nuju tempat yg disebut Padang Mahsyar
yaitu tanah berpasir putih dan sangat datar dimana tidak terlihat
lengkungan maupun tonjolan ...
Di Padang Mahsyar tsb berkumpulah semua mahluk Allah SWT yg berada
di tujuh lapis langit dan bumi termasuk malaikat, jin, manusia, setan,
binatang melata, binatang buas dan burung-burung, dimana mereka
berkumpul berdesak-desakan.
Matahari dan bulan padam sehingga bumi dalam kegelapan dan takala
mereka dalam keadaan demikian, langit di atas mereka berputar-putar
dan meledak pecah berke-ping-keping selama 500 tahun sehingga langit
terbelah dengan segala kekuatannya kemudian meleleh dan mengalir
bagaikan perak yg dipanaskan hingga berwarna merah dan manusia
bercampur baur seperti serangga yg bertebaran dalam keadaan telanjang
kaki, tidak berpakaian dan berjalan kaki.
Seperti dalam sabda Rasulullah Saw ; Pada hari kebangkitan tsb
manusia akan dibangkitkan dalam 3 kelompok :
* kelompok yg berkendaraan,
* kelompok yg berjalan kaki dan
* kelompok yg berjalan dengan wajahnya.
Seorang sahabat bertanya bagaimana mungkin mereka bisa berjalan
Dengan wajah mereka ya Rosulullah..? Beliau menjawab ; Allah SWT yg
menjadikan mereka berjalan dengan kaki, pasti mampu membuat mereka
berjalan dengan wajah. Subhanallah....!
Kemudian matahari diterbitkan oleh Allah SWT tepat di atas kepala
mereka dengan jarak hanya 2 busur sehingga manusia terpanggang oleh
teriknya matahari yg intensitas panasnya telah dinaikkan dan
keringatpun mengalir deras hingga menggenangi pa-dang kiamat seiring
dengan rasa takut yg luar biasa krn mereka akan dihadirkan di
hadapan Allah SWT.
Keringat tsb naik ke badan mereka masing-masing sesuai dengan
tingkatan mereka di hadapan Allah SWT. Bagi sebahagian orang
keringat akan menggenang mencapai lutut, bagi sebagian lain mencapai
pinggang dan bagi sebagian lainnya mencapai lu-bang hidung bahkan ada
sebagian manusia nyaris tenggelam di dalamnya.
Kita tidak tahu setinggi apakah keringat kita nanti, karena keringat
yg belum kita cucur-kan untuk berjuang di jalan Allah SWT seperti
melaksanakan ibadah haji, jihad, puasa, sholat di malam hari,
memenuhi kebutuhan seorang muslim dan menanggung akibat dari
menegakkan amar makruf nahi mungkar, akan dialirkan keluar oleh rasa takut dan malu
di padang kiamat nanti. Subhanaalah..!
Oleh karena itu marilah kita renungkan,bahwa pada saat kita di
padang mahsyar nanti, derita yg akan kita rasakan sangat berat padahal
semua ini terjadi sebelum kita menja-lani pemeriksaan ataupun hukuman yg
akan kita terima dari Allah SWT atas dosa kita
Mudah-mudahan kita digolongkan pada golongan yang sangat sedikit
berkeringat di padang mahsyar nanti dan mudah-mudahan gambaran ini
akan menambah rasa taqwa kita kepada Allah SWT..Amien...!
Catatan: Dikutip dari Buku Metode menjemput maut Karangan Al Ghozali
Minggu, Maret 29, 2009
Jumat, Maret 20, 2009
Ketika Kita Singgah Sejenak
Penulis: Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)
Bayangkanlah bila suatu ketika ada seseorang yang menjanjikan hadiah berupa sebuah rumah mewah lengkap dengan isinya. Begitu indah dan sempurnanya rumah itu, sehingga baru membayangkannya saja Anda sudah merasakan suatu kenikmatan dan kebahagiaan tersendiri. Rumah itu terletak di kota “A” dan Anda diminta untuk pergi sendiri ke sana. Diberinya anda sejumlah ongkos untuk bekal selama perjalanan hingga sampai tujuan. Tetapi di tengah perjalanan nanti Anda diminta singgah terlebih dahulu disebuah kampung. Ya, sekedar singgah sejenak!
Sungguh termasuk orang yang malang apabila ketika sampai di kampung tersebut Anda malah terpana dan lalu menganggap kampung tersebut teramat indah. Melihat gubuk disangka istana. Melihat kolam kecil disangka danau. Bahkan melihat kue serabi anda sangka martabak spesial. Pendek kata, mata dan penilaian Anda menjadi kabur dan tertipu oleh karena keterpanaan yang menerpa. Saking merasa senangnya Anda dengan kampung itu, sampai-sampai lupa dengan pesan semula bahwa anda hanya disuruh singgah sejenak saja. Anda tinggal berlama-lama di sana dan tentu saja ongkos pemberian yang cukup untuk sampai tujuan itu malah anda habiskan di kampung itu. Akibatnya, tidak usah heran ketika yang menyuruh dan memberi ongkos akan murka tatkala mengetahui Anda ternyata tidak pergi ke kota yang diminta.
Nah, ketahuilah bahwa kota “A” itu tiada lain adalah akhirat, sedangkan kampung yang anda hanya disuruh singgah sejenak itu tak lain pula adalah kampung dunia ini.
Salahkah apabila Dia Yang Mahabaik itu, yang telah menjajikan surga Jannatun Na’im - padahal apapun yang dijanjikanNya pasti ditepati dan tidak akan meleset sedikitpun - dan tak lupa pula memberi bekal perjalanan yang cukup berupa karunia nikmat rizki, tidak menyernbunyikan “kekecewaannya” melihat tingkah laku kita yang tak pandai manjaga amanah, dengan berfirman, “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dan kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai?” (Q.S. Ar Ruum 30: 7)
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui,” demikian firmanNya pula. (Q.S. Al Ankabuut 29: 64)
Kebanyakan di antara kita ternyata memang gemar bertindak yang “mengecewakan” seperti itu. Kampung dunia ini sebenarnya tidak ada apa-apanya, namun sebagian besar orang temyata terpedaya oleh keindahan fatamorgananya. Padahal, semua yang dititipkan Alloh kepada kita, baik berupa otak, tenaga, harta, waktu, dan sebagainya, itu semua sebenarnya bukan untuk kampung dunia ini karena ia hanyalah tempat mampir atau singgah sejenak saja.
Dunia tak lebih sekedar tempat transit belaka kendatipun untuk ini Alloh Azza wa Jalla pasti mencukupi kita dengan rizkinya. Dengan catatan, sepanjang “ongkos” tersebut tidak dihamburkan sia-sia. Alloh memampirkan kita di dunia ini seraya tahu persis akan segala apa yang kita butuhkan, lebih tahu daripada apa yang sebenamya kita perlukan, kalau ongkos yang ada itu kita jadikan betul-betul untuk bekal kepulangan nanti, maka subhanallah, kita akan kaget bahwa betapa Alloh akan mencukupi kita dengan limpahan karuniaNya.
Akan tetapi, sayang sebagian besar orang tidak mengerti bahwa semua yang dititipkan Alloh itu sebenamya untuk bekal pulang, sehingga seluruh waktunya habis tandas hanya untuk mengejarngejar segala hal yang bersifat duniawi. Padahal tidak akan kemana-mana dunia mi. Bukankah ketika masih berada di rahim bundapun kita tetap diberi dunia (rizki) padahal toh kita tidak berdoa, tidak shalat tidak ikhtiar ke mana pun.
Kita memang disuruh menyempurnakan ikhtiar, tetapi bukan semata-mata untuk mencari dunia. Ikhtiar kita secara sempurna pada hakikatnya untuk bekal kepulangan kita ke akhirat kelak. Jadi, jaminan dan Alloh untuk kehidupan dunia ini sebenarnya ditujukan kepada orang yang bersungguh-sungguh menyempurnakan ikhtiamya.
Untuk bekal kehidupan dunia ini, rejeki itu oleh Alloh dibiarkan tergantung. Lalu, Dia seolah-olah berfirman, “ini rejekimu, kalau engkau ikhtiar, akan kau dapatkan apa yang telah ditetapkan bagimu. Kalau ikhtiarnya di jalanKu, maka tidak hanya rejekimu yang kau dapati, tetapi pahalapun akan engkau peroleh. Itulah keberkatan untukmu; di dunia ternikmati, di akhiratpun jadi manfaat. Sebaliknya, bila ikhtiarmu itu di jalan yang Aku murkai, yakni fiat maupun caranya tidak benar, maka tetaplah akan kau dapati apa yang telah menjadi bagianmu, hanya, berubah statusnya menjadi haram. Rejekinya tetap didapat tetapi tidak mengandung manfaat dan keberkahan.
Memang, ada sebagian orang yang selama hidupnya begitu sibuknya banting tulang, seakan-akan takut tidak kebagian makan. Apa yang telah diperolehnya dikumpulkannya dengan seksama demi agar anak-anaknya terjamin masa depannya. Ada juga orang yang ketika hidup ini teramat sibuk merindukan penghargaan sehingga dia capek menata rumah, capek membeli ini itu, capek mematut-matut din dengan motivasi semata-mata ingin dihargai orang. Disisi lain ada juga orang yang hidupnya hanya mencari kepuasan, sehingga uang yang telah dikumpulkumpulkannya dipakainya untuk pergi melancong kemana saja yang dia suka.
Bagi orang yang tahu hakikat kehidupan ini, maka pastilah yang dicarinya itu bukan dunia, melainkan Yang Memiliki Dunia! Kalau orang lain bekerja banting tulang untuk mencari uang, maka kita bekerja demi mencari Yang Membagikan Uang. Kalau orang lain belajar ingin mencari ilmu, maka kita belajar karena mencari Yang Memberi Ilmu. Kalau orang lain sibuk mengejar prestasi demi ingin dihargai dan dipuji sesama, maka kitapun sibuk mengejar prestasi demi mendapatkan penghargaan dan pujian dan yang Yang Maha Menggerakkan siapapun yang menghargai.
Jadi jelas perbedaannya, Bagi orang yang tujuannya dunia, pasti kesibukannya hanya sebatas ingin mendapatkan itu saja. Sedangkan bagi yang tahu ilmunya, maka yang dicari itu langsung tembus kepada pemilik dan penguasa segala-galanya. Bagi sebagian orang, tatkala membutuhkan uang, tetapi uang itu tidak didapatkan, jelas yang muncul adalah rasa kecewa. Sebaliknya bagi kita, saat membutuhkan uang, maka kita berikhtiar sekuat tenaga bukan untuk mengejar uang semata, malainkan Allohlah yang kita kejar. Soal dapat atau tidak dapat tak ada masalah karena Alloh tidak akan pemah lupa memberikan karuniaNya. Kesibukan kita berikhtiar pasti sudah dicatat oleh Alloh. Tidak ada yang rugi, tidak ada pula yang gagal.
Kalau orang bekerja karena ingin dihargai, maka bagi kita semua itu tidak ada apa-apanya karena Allohlah sebagai penguasa alam semesta yang menjadi tujuan segala perbuatan kita. Kadang-kadang penghargaan manusia justeru menjadi ujian bagi kita. Sebab manakala seseorang memuji kita, maka hakikatnya bukanlah karena kita layak dipuji, melainkan karena Alloh saja yang menutupi segala aib dan keburukan kita, sehingga orang menyangka kita ini layak dipuji.
Bagi orang yang mengetahui rahasia di balik suatu kejadian, datangnya pujian itu akan membuatnya tambah malu karena itu berarti Alloh memperlihatkan sesuatu, bahkan tidak jarang pujian itu ternyata lebih baik dan kenyataan sebenarnya yang ada pada din kita. Kalau kita mau jujur, sungguh tidak pantas dan tidak cocok pujian itu dialamatkan kepada kita. Karenanya, janganlah lekas terpana oleh pujian manusia.
Mengapa ada orang yang bisa mendaki gunung walaupun dengan bekal dan alat seadanya? Mengapa ada orang yang berani menyeberangi lautan walaupun hanya dengan menggunakan perahu sederhana? Jawabnya, karena kekuatan terbesar adalah motivasinya. Demikian halnya kalau motivasi kita hanya sebatas dunia ini, maka tidak usah heran kalau dia akan mudah terpedaya. Akan tetapi, tidak akan pernah lelah kita mencari apapun juga karena yang kita tuju adalah Dia Yang Maha Perkasa.
Walhasil, tampaknya wajib bagi siapapun menyadari bahwa dunia ini hanya tempat singgah sejenak belaka, kalaulah Alloh berfinnan, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Alloh kepadamu (Kebahagiaan) negeri akhirat, (tetapi) janganlah kamu melupakan bagianmu dan (kenikmatan) duniawi” (QS. Al Qashas 28: 77). Maka itu semata-mata dimaksudkan agar kita pandai mensyukuri apapun yang telah dianugerahkan Alloh kepada kita selama hidup didunia. Adapun kebahagiaan dan kenikmatan yang kekal dan hakiki, itulah yang akan kita dapati di akhirat.
Penulis: Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)
Bayangkanlah bila suatu ketika ada seseorang yang menjanjikan hadiah berupa sebuah rumah mewah lengkap dengan isinya. Begitu indah dan sempurnanya rumah itu, sehingga baru membayangkannya saja Anda sudah merasakan suatu kenikmatan dan kebahagiaan tersendiri. Rumah itu terletak di kota “A” dan Anda diminta untuk pergi sendiri ke sana. Diberinya anda sejumlah ongkos untuk bekal selama perjalanan hingga sampai tujuan. Tetapi di tengah perjalanan nanti Anda diminta singgah terlebih dahulu disebuah kampung. Ya, sekedar singgah sejenak!
Sungguh termasuk orang yang malang apabila ketika sampai di kampung tersebut Anda malah terpana dan lalu menganggap kampung tersebut teramat indah. Melihat gubuk disangka istana. Melihat kolam kecil disangka danau. Bahkan melihat kue serabi anda sangka martabak spesial. Pendek kata, mata dan penilaian Anda menjadi kabur dan tertipu oleh karena keterpanaan yang menerpa. Saking merasa senangnya Anda dengan kampung itu, sampai-sampai lupa dengan pesan semula bahwa anda hanya disuruh singgah sejenak saja. Anda tinggal berlama-lama di sana dan tentu saja ongkos pemberian yang cukup untuk sampai tujuan itu malah anda habiskan di kampung itu. Akibatnya, tidak usah heran ketika yang menyuruh dan memberi ongkos akan murka tatkala mengetahui Anda ternyata tidak pergi ke kota yang diminta.
Nah, ketahuilah bahwa kota “A” itu tiada lain adalah akhirat, sedangkan kampung yang anda hanya disuruh singgah sejenak itu tak lain pula adalah kampung dunia ini.
Salahkah apabila Dia Yang Mahabaik itu, yang telah menjajikan surga Jannatun Na’im - padahal apapun yang dijanjikanNya pasti ditepati dan tidak akan meleset sedikitpun - dan tak lupa pula memberi bekal perjalanan yang cukup berupa karunia nikmat rizki, tidak menyernbunyikan “kekecewaannya” melihat tingkah laku kita yang tak pandai manjaga amanah, dengan berfirman, “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dan kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai?” (Q.S. Ar Ruum 30: 7)
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui,” demikian firmanNya pula. (Q.S. Al Ankabuut 29: 64)
Kebanyakan di antara kita ternyata memang gemar bertindak yang “mengecewakan” seperti itu. Kampung dunia ini sebenarnya tidak ada apa-apanya, namun sebagian besar orang temyata terpedaya oleh keindahan fatamorgananya. Padahal, semua yang dititipkan Alloh kepada kita, baik berupa otak, tenaga, harta, waktu, dan sebagainya, itu semua sebenarnya bukan untuk kampung dunia ini karena ia hanyalah tempat mampir atau singgah sejenak saja.
Dunia tak lebih sekedar tempat transit belaka kendatipun untuk ini Alloh Azza wa Jalla pasti mencukupi kita dengan rizkinya. Dengan catatan, sepanjang “ongkos” tersebut tidak dihamburkan sia-sia. Alloh memampirkan kita di dunia ini seraya tahu persis akan segala apa yang kita butuhkan, lebih tahu daripada apa yang sebenamya kita perlukan, kalau ongkos yang ada itu kita jadikan betul-betul untuk bekal kepulangan nanti, maka subhanallah, kita akan kaget bahwa betapa Alloh akan mencukupi kita dengan limpahan karuniaNya.
Akan tetapi, sayang sebagian besar orang tidak mengerti bahwa semua yang dititipkan Alloh itu sebenamya untuk bekal pulang, sehingga seluruh waktunya habis tandas hanya untuk mengejarngejar segala hal yang bersifat duniawi. Padahal tidak akan kemana-mana dunia mi. Bukankah ketika masih berada di rahim bundapun kita tetap diberi dunia (rizki) padahal toh kita tidak berdoa, tidak shalat tidak ikhtiar ke mana pun.
Kita memang disuruh menyempurnakan ikhtiar, tetapi bukan semata-mata untuk mencari dunia. Ikhtiar kita secara sempurna pada hakikatnya untuk bekal kepulangan kita ke akhirat kelak. Jadi, jaminan dan Alloh untuk kehidupan dunia ini sebenarnya ditujukan kepada orang yang bersungguh-sungguh menyempurnakan ikhtiamya.
Untuk bekal kehidupan dunia ini, rejeki itu oleh Alloh dibiarkan tergantung. Lalu, Dia seolah-olah berfirman, “ini rejekimu, kalau engkau ikhtiar, akan kau dapatkan apa yang telah ditetapkan bagimu. Kalau ikhtiarnya di jalanKu, maka tidak hanya rejekimu yang kau dapati, tetapi pahalapun akan engkau peroleh. Itulah keberkatan untukmu; di dunia ternikmati, di akhiratpun jadi manfaat. Sebaliknya, bila ikhtiarmu itu di jalan yang Aku murkai, yakni fiat maupun caranya tidak benar, maka tetaplah akan kau dapati apa yang telah menjadi bagianmu, hanya, berubah statusnya menjadi haram. Rejekinya tetap didapat tetapi tidak mengandung manfaat dan keberkahan.
Memang, ada sebagian orang yang selama hidupnya begitu sibuknya banting tulang, seakan-akan takut tidak kebagian makan. Apa yang telah diperolehnya dikumpulkannya dengan seksama demi agar anak-anaknya terjamin masa depannya. Ada juga orang yang ketika hidup ini teramat sibuk merindukan penghargaan sehingga dia capek menata rumah, capek membeli ini itu, capek mematut-matut din dengan motivasi semata-mata ingin dihargai orang. Disisi lain ada juga orang yang hidupnya hanya mencari kepuasan, sehingga uang yang telah dikumpulkumpulkannya dipakainya untuk pergi melancong kemana saja yang dia suka.
Bagi orang yang tahu hakikat kehidupan ini, maka pastilah yang dicarinya itu bukan dunia, melainkan Yang Memiliki Dunia! Kalau orang lain bekerja banting tulang untuk mencari uang, maka kita bekerja demi mencari Yang Membagikan Uang. Kalau orang lain belajar ingin mencari ilmu, maka kita belajar karena mencari Yang Memberi Ilmu. Kalau orang lain sibuk mengejar prestasi demi ingin dihargai dan dipuji sesama, maka kitapun sibuk mengejar prestasi demi mendapatkan penghargaan dan pujian dan yang Yang Maha Menggerakkan siapapun yang menghargai.
Jadi jelas perbedaannya, Bagi orang yang tujuannya dunia, pasti kesibukannya hanya sebatas ingin mendapatkan itu saja. Sedangkan bagi yang tahu ilmunya, maka yang dicari itu langsung tembus kepada pemilik dan penguasa segala-galanya. Bagi sebagian orang, tatkala membutuhkan uang, tetapi uang itu tidak didapatkan, jelas yang muncul adalah rasa kecewa. Sebaliknya bagi kita, saat membutuhkan uang, maka kita berikhtiar sekuat tenaga bukan untuk mengejar uang semata, malainkan Allohlah yang kita kejar. Soal dapat atau tidak dapat tak ada masalah karena Alloh tidak akan pemah lupa memberikan karuniaNya. Kesibukan kita berikhtiar pasti sudah dicatat oleh Alloh. Tidak ada yang rugi, tidak ada pula yang gagal.
Kalau orang bekerja karena ingin dihargai, maka bagi kita semua itu tidak ada apa-apanya karena Allohlah sebagai penguasa alam semesta yang menjadi tujuan segala perbuatan kita. Kadang-kadang penghargaan manusia justeru menjadi ujian bagi kita. Sebab manakala seseorang memuji kita, maka hakikatnya bukanlah karena kita layak dipuji, melainkan karena Alloh saja yang menutupi segala aib dan keburukan kita, sehingga orang menyangka kita ini layak dipuji.
Bagi orang yang mengetahui rahasia di balik suatu kejadian, datangnya pujian itu akan membuatnya tambah malu karena itu berarti Alloh memperlihatkan sesuatu, bahkan tidak jarang pujian itu ternyata lebih baik dan kenyataan sebenarnya yang ada pada din kita. Kalau kita mau jujur, sungguh tidak pantas dan tidak cocok pujian itu dialamatkan kepada kita. Karenanya, janganlah lekas terpana oleh pujian manusia.
Mengapa ada orang yang bisa mendaki gunung walaupun dengan bekal dan alat seadanya? Mengapa ada orang yang berani menyeberangi lautan walaupun hanya dengan menggunakan perahu sederhana? Jawabnya, karena kekuatan terbesar adalah motivasinya. Demikian halnya kalau motivasi kita hanya sebatas dunia ini, maka tidak usah heran kalau dia akan mudah terpedaya. Akan tetapi, tidak akan pernah lelah kita mencari apapun juga karena yang kita tuju adalah Dia Yang Maha Perkasa.
Walhasil, tampaknya wajib bagi siapapun menyadari bahwa dunia ini hanya tempat singgah sejenak belaka, kalaulah Alloh berfinnan, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Alloh kepadamu (Kebahagiaan) negeri akhirat, (tetapi) janganlah kamu melupakan bagianmu dan (kenikmatan) duniawi” (QS. Al Qashas 28: 77). Maka itu semata-mata dimaksudkan agar kita pandai mensyukuri apapun yang telah dianugerahkan Alloh kepada kita selama hidup didunia. Adapun kebahagiaan dan kenikmatan yang kekal dan hakiki, itulah yang akan kita dapati di akhirat.
Langganan:
Postingan (Atom)