Jemari itu tak lagi lentik, terasa beda saat pertama kali disentuh kala malam pertama. Kulitnya bersisik dan berkerut, karena getir kehidupan. Guratan bekas parutan pun membuatnya bertambah kasar. Tak jarang jemari itu basah, menahan kristal-kristal bening yang menggenang di telaga mata, pedih... teringat pedasnya kata-kata yang pernah menusuk hati.
Kala keheningan malam menjamu temaramnya rembulan, diukirnya do'a-do'a dengan goresan harapan, khusyu', berharap regukan kasih sayang dari Sang Pemilik Cinta. Hingga tubuh penat itupun bangkit, menatap belahan jiwa dengan tatapan cinta, kemudian perlahan dikecupnya sang kakanda dengan mesra.
Indah... Sungguh teramat indah Al Qur'an melukiskannya, "Mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka." [Al-Baqarah 187]
Adakah yang lebih indah dari rasa kasih sayang diantara kedua insan yang berlainan jenis dalam sebuah ikatan pernikahan? Ia adalah sebuah mitsaqan ghalidza (perjanjian yang kuat), karenanya yang haram menjadi halal, maksiat menjadi ibadah, kekejian menjadi kesucian dan kebebasan pun menjadi sebuah tanggung jawab. Dua hati yang berserakan akhirnya bertautan, ibadah... hanya itu yang dijadikan alasan.
Keindahan cinta dalam sebuah mahligai pernikahan adalah harapan penghuninya. Cinta akan membuat seseorang lebih mengutamakan yang dicintainya, sehingga seorang istri akan mengutamakan suami dalam keluarga, dan seorang suami tentu akan mengutamakan perlindungan dan pemberian nafkah kepada istri tercinta. Cinta memang dapat berbentuk kecupan sayang, kehangatan, dan perhatian, namun bunga cinta tetaplah membutuhkan pupuk agar selalu bersemi indah. Karenanya, segala kekurangan akan menumbuhkan kebesaran jiwa, bahkan air mata yang mengalir itu pun adalah sebagai tanda kesyukuran kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena IA telah memberikan pasangan hidup yang selalu bersama mengharap keridhoan-Nya. Lalu, masihkah kehangatan itu nyata seiring bertambahnya usia pernikahan?
Aaah... Kadang kita sebagai suami lebih sering bersikap dzalim. Kesibukan tiada henti, rutinitas yang selalu dijumpai, lebih menjadi 'istri' daripada makna istri itu sendiri. Masihkah ada curahan kelembutan dari seorang qowwam (pemimpin) yang teduh? Adakah belaian kasih sayang yang begitu hangat seperti kala pertama kedua hati bersatu?
Saat-saat awal pernikahan, duhai sungguh romantis. Rona mata penuh makna cinta terpancar saat saling berpandangan, kedua tangan saling bergandengan, hingga jemari tersulam mesra. Tak lupa bibir melantunkan seuntai nada ...Sambutlah tanganku ini/Belailah dengan mesra/Kasihmu hanya untukku/Hingga akhir nanti... Amboi... sungguh membuat iri mata yang memandang.
Malam dan siang silih berganti mewarnai hari, susah senang hilang timbul bagaikan gelombang laut, keluh dan bosan pun kadang menelusup, hingga akhirnya lirik lagu cinta pun meredup ...Sepanjang jalan kenangan kita selalu bergandeng tangan/Sepanjang jalan kenangan kupeluk dirimu mesra/Hujan yang rintik-rintik di awal bulan itu/Menambah nikmatnya malam syahdu... Akhirnya kemesraan pun hanyalah sekedar kenangan.
Entahlah... Entah kemana canda yang dahulu pernah membuat istri kita tertawa bahagia, ciuman di kening seraya berpesan "Baik-baik ya di rumah," atau pun sekedar ucapan salam "Assalaamu alaykum ummi," saat akan keluar rumah. Bahkan, lupa kapan terakhir tangan ini menyentuh, menggenggam mesra jemari istri tercinta. Padahal dosa-dosa akan berguguran dari sela-sela jemari saat kedua tangan disatukan. Duhai Allah, Airmata itu pernah tumpah, deras bercucuran Luruh dalam isakan, menyayat kepedihan Hanya karena enggan jemari ini bersentuhan
Ampuni diri yang dzalim ini yaa Allah Sadarkan, sebelum saatnya harus beranjak pergi Jauh, dan... tak akan pernah kembali
Wallahua'lam bi showab. *IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA* Al-Hubb Fillah wa Lillah (Author: Abu Aufa)
Jumat, November 28, 2008
Rabu, November 26, 2008
Muslimah Sejati
Di zaman yang penuh kebebasan ini banyak sekali wanita Muslimah yang tidak memiliki ciri Muslimah. Mereka bersikap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Islam. Seperti dalam masalah materi, wanita Muslimah seharusnya lebih mementingkan yang halal daripada jumlahnya. Muslimah sejati tergambar pada riwayat yang menyebutkan bahwa seorang wanita ketika melepaskan suaminya yang akan pergi bekerja mencari nafkah berkata, "Bawa pulanglah rezeki yang halal, jika tidak kau dapatkan maka kami lebih rela kelaparan daripada menerima siksa api neraka."
Keimanan wanita ini menjadikan dia mengucapkan kata-kata yang jika kita ukur dengan keadaan sekarang sungguh aneh dan berbeda. Tetapi, itulah Muslimah sejati. Dia lebih senang kekurangan harta dan makanan daripada harus kelak menanggung beban siksaan api neraka. Suami dari wanita seperti ini tentu tidak akan mau melakukan keharaman demi menyenangkan hati istri dan keluarganya. Tidak akan muncul para koruptor, penipu, maling, dan perampok, serta orang-orang yang berlumuran dengan riba, karena para istri menolak menerima uang haram.
Riwayat lain menyebutkan tentang Muslimah sejati yang perlu diteladani dan direnungi oleh wanita sekarang. Ada seorang wanita yang tengah ditinggal oleh suaminya pergi berjihad fi sabilillah. Wanita tetangganya berkata kepadanya, "Bagaimana kau biarkan suamimu pergi meninggalkanmu dan anak-anakmu, siapa yang akan memberi makan kalian sekeluarga? "Wanita itu menjawab dengan penuh keimanan, "Setahuku suamiku itu akkaal (orang yang selalu makan) bukan Razzaaq (yang selalu memberi rezeki), jika akkaal telah pergi maka Razzaaq masih ada."
Pemahaman yang jernih wanita ini memberinya keyakinan bahwa yang memberikan rezeki itu adalah Allah maka jika pun suaminya pergi berjihad, tidak ada keraguan dalam hatinya untuk melepaskan pergi berjuang. Adapun yang akan memberikan rezeki baginya dan anak-anaknya adalah Allah, Ar Razzaaq. Keyakinan seperti ini yang harus dimiliki oleh setiap Muslimah agar dunia ini tegak berdasarkan Islam, karena bagaimana mungkin para pejuang akan ikhlas jika para istri masih saja memberati suami mereka, takut menghadapi tantangan hidup dan menjadi orang-orang yang lemah iman dan daya juangnya. Walhasil, para Muslimah sejati seperti ini harus ditumbuhkembangkan agar kehidupan ini lebih baik dan Islami. Dan benarlah perkataan seorang bijak yang menyebutkan bahwa, "Di balik setiap laki-laki yang hebat itu ada wanita yang hebat yang pula." [republika]
Keimanan wanita ini menjadikan dia mengucapkan kata-kata yang jika kita ukur dengan keadaan sekarang sungguh aneh dan berbeda. Tetapi, itulah Muslimah sejati. Dia lebih senang kekurangan harta dan makanan daripada harus kelak menanggung beban siksaan api neraka. Suami dari wanita seperti ini tentu tidak akan mau melakukan keharaman demi menyenangkan hati istri dan keluarganya. Tidak akan muncul para koruptor, penipu, maling, dan perampok, serta orang-orang yang berlumuran dengan riba, karena para istri menolak menerima uang haram.
Riwayat lain menyebutkan tentang Muslimah sejati yang perlu diteladani dan direnungi oleh wanita sekarang. Ada seorang wanita yang tengah ditinggal oleh suaminya pergi berjihad fi sabilillah. Wanita tetangganya berkata kepadanya, "Bagaimana kau biarkan suamimu pergi meninggalkanmu dan anak-anakmu, siapa yang akan memberi makan kalian sekeluarga? "Wanita itu menjawab dengan penuh keimanan, "Setahuku suamiku itu akkaal (orang yang selalu makan) bukan Razzaaq (yang selalu memberi rezeki), jika akkaal telah pergi maka Razzaaq masih ada."
Pemahaman yang jernih wanita ini memberinya keyakinan bahwa yang memberikan rezeki itu adalah Allah maka jika pun suaminya pergi berjihad, tidak ada keraguan dalam hatinya untuk melepaskan pergi berjuang. Adapun yang akan memberikan rezeki baginya dan anak-anaknya adalah Allah, Ar Razzaaq. Keyakinan seperti ini yang harus dimiliki oleh setiap Muslimah agar dunia ini tegak berdasarkan Islam, karena bagaimana mungkin para pejuang akan ikhlas jika para istri masih saja memberati suami mereka, takut menghadapi tantangan hidup dan menjadi orang-orang yang lemah iman dan daya juangnya. Walhasil, para Muslimah sejati seperti ini harus ditumbuhkembangkan agar kehidupan ini lebih baik dan Islami. Dan benarlah perkataan seorang bijak yang menyebutkan bahwa, "Di balik setiap laki-laki yang hebat itu ada wanita yang hebat yang pula." [republika]
Senin, November 24, 2008
Akan Datang Suatu Zaman Atas Umat Manusia ...
Allah SWT berfirman :
"Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka ? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka, dan telah mengolah bumi serta memakmurkannya lebih dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka. Akan tetapi, merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka sendiri." (Qs. Al-Rum 30:9)
Untuk menjelaskan Al-Quran yang saya bacakan di atas, sebagian ulama tafsir Al-Quran menyebutkan sabda Rasulullah saw berikut :
"Akan datang suatu zaman atas manusia. Perut-perut mereka menjadi Tuhan-tuhan mereka. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Dinar-dinar mereka menjadi agama mereka. Kehormatan mereka tergeletak pada kekayaan mereka. Waktu itu, tidak tersisa iman sedikit pun kecuali namanya saja. Tidak tersisa Islam sedikit pun kecuali ritual-ritualnya saja. Tidak tersisa Al-Quran sedikit pun kecuali pelajarannya saja. Mesjid-mesjid mereka makmur dan damai, akan tetapi hati mereka kosong dari petunjuk. Ulama-ulama mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di permukaan bumi. Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan menimpakan kepada mereka berbagai bencana : Kekejaman para penguasa, kekeringan masa, dan kekejaman para pejabat serta pengambil keputusan."
Maka takjublah para sahabat mendengar pembicaraan Nabi. Mereka bertanya, "Wahai Rasul Allah, apakah mereka ini menyembah berhala ?"Nabi menjawab, "Ya ! Bagi mereka, setiap serpihan dan kepingan uang menjadi berhala." alam hadis di atas, Nabi meramalkan akan datang suatu zaman ketika manusia menjadikan uang sebagai berhala mereka. Setiap keping uang, setiap keping dirham, dolar dan rupiah ... menjadi berhala. Rasulullah menggambarkan dengan indah : Pada zaman itu, manusia mempertuhankan perutnya.
Kalau yang disebut Tuhan adalah sesuatu yang diikuti dan ditaati tanpa memikirkan alasan-alasan apa pun, maka orang akan menaati keinginan dan perut mereka dengan melakukan apa saja. Mereka mau menghabiskan malam seluruhnya hanya untuk mengisi perutnya. Dulu di zaman Rasulullah, orang-orang yang taat ibadat kepada Allah menghabiskan malamnya dengan menunaikan sholat malam (tahajjud). Nanti, akan datang suatu zaman ketika manusia begadang sepanjang malam, untuk kepentingan perutnya. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Seks menjadi kejaran mereka.
Mereka bertindak dan bekerja, dengan pikiran yang sepenuhnya terpusat ke arah itu. Tumpukan uang menjadi agama mereka. Kemuliaan seseorang pada zaman itu, diukur berdasarkan kekayaannya. Manusia memberikan penghormatan kepada orang yang memiliki banyak kekayaan. Maka di saat seperti itu, manusia berlomba-lomba menumpuk kekayaan untuk menunjukkan kemuliaan dan kehormatan mereka di tengah-tengah masyarakat.
Pada waktu itu, kata Rasulullah, iman hanya tinggal namanya saja. Islam hanya tinggal upacara ritualnya saja. Al-Quran hanya tinggal pelajarannya saja. Orang-orang mungkin ramai belajar Al-Quran, tetapi tidak mencoba hidup dengan ajaran Al-Quran. Mereka mungkin membaguskan suara Al-Quran, tetapi tidak membaguskan akhlak mereka dengan ajaran Al-Quran. Nabi saw juga mengatakan bahwa mesjid-mesjid pada masa itu ramai. Akan tetapi, hati penghuninya kosong dari petunjuk Allah. Ulama-ulama yang membimbing mereka, hanya dihormati karena pakaiannya saja.
Dalam riwayat yang lain, Nabi mengatakan bahwa :
"Orang tidak mengenal ulama kecuali karena pakaiannya yang khas, dan bukan karena ilmu serta akhlaknya. Orang tidak mengenal Al-Quran kecuali dengan suaranya yang baik. Mereka tidak beribadat kepada Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Bila ulama-ulamanya sudah seperti itu, dan bila umat Muslim hanya bersungguh-sungguh melakukan ibadat di bulan Ramadhan saja, maka mereka akan diberi penguasa yang tidak memiliki ilmu. Tidak ingin memaafkan rakyatnya. Dan tidak mempunyai kasih sayang kepada rakyatnya pula."
Takjub mendengarkan ucapan Rasulullah yang melukiskan keadaan zaman itu, para sahabat pun bertanya : "Wahai Rasul Allah, apakah mereka menyembah berhala ?" Nabi menjawab : "Benar. Hanya saja berhalanya bukanlah berhala yang dipahat dalam bentuk makhluk-makhluk tertentu. Berhalanya adalah uang. Mereka menyembah, mengabdi, dan mencurahkan seluruh hidupnya untuk uangnya."
Lalu Rasulullah saw bersabda :
"Nanti pada akhir zaman, ada sekelompok orang dari umatku yang datang ke mesjid. Mereka duduk dalam barisan yang rapat. Mereka berzikir. Namun zikir mereka adalah dunia, dan kecintaan mereka terpaut pada dunia. Janganlah kamu duduk bersama mereka, karena Allah tidak berkepentingan dengan mereka." Kalau dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis di atas, Nabi menceritakan pada kita tentang suatu zaman ketika manusia mencintai dunia dengan amat berlebihan, dan ketika mereka menjadikan dinar dan dirham sebagai berhala-berhala mereka ... maka beliau juga mengingatkan kita bahwa begitu cintanya manusia nanti di akhir zaman pada dunia, sampai-sampai mereka menjalankan ibadat sekali pun, demi kepentingan dunia mereka. Di dalam Ihya Ulumuddin, ketika menjelaskan ibadat haji, Imam al-Ghazali meriwayatkan sebuah hadis tentang
situasi ibadat haji di akhir zaman.
Rasulullah saw bersabda :
"Nanti di akhir zaman, ada empat macam orang menjalankan ibadat haji dari empat macam golongan masyarakat. Mereka adalah penguasa, pedagang, orang miskin dan para ulama. Penguasa akan menjalankan ibadat haji sebagai sejenis pesiar atau wisata. Pedagang akan menunaikan haji untuk kepentingan bisnis mereka. Orang miskin menunaikan haji untuk mengemis. Para ulama menunaikan haji hanya untuk memperoleh popularitas."
Jadi keempat golongan di atas, menunaikan ibadat haji hanya demi kepentingan dunia mereka semata. Mereka memang berzikir. Hanya saja, sebagaimana disabdakan Rasulullah, zikir mereka adalah dunia. Memang ada kecintaan di hati mereka. Akan tetapi, dalam hati mereka, kecintaan pada dunia jauh lebih besar dari kecintaan pada Allah. Mudah-mudahan Allah swt mencabut kecintaan kita pada dunia, dan memusatkan hati kita untuk lebih mencintai-Nya.
Saya akan menyebutkan salah satu obat untuk mengurangi kecintaan pada dunia. Meninggalkan dunia tidak berarti bahwa kita harus meninggalkan pekerjaan, tidak mencari nafkah, dan tidak bekerja keras. Mencari harta yang halal, diperintahkan oleh Allah swt. Malahan menurut Rasulullah, orang yang payah dalam mencari nafkah, bekerja keras dan kurang tidur demi mencari nafkah yang halal, beroleh pahala yang bisa menghapus dosa-dosanya. Rasulullah juga menyatakan bahwa ada dosa-dosa yang tidak bisa dihapus dengan apapun, kecuali dengan kesusahan dan kepayahan mencari nafkah.
Obat untuk menghilangkan kecintaan pada dunia adalah bahwa kita bekerja keras untuk mencari nafkah dan harta. Akan tetapi, kita juga tidak ragu-ragu untuk membagikannya kepada orang lain. Sebagian dari rezeki Allah itu kita bagikan, dan distribusikan untuk membahagiakan sesama manusia. Ujilah kecintaan kita pada dunia manakala Allah memanggil kita untuk mengorbankan harta kita demi kepentingan agama Allah, demi kepentingan umat Muslimin, dan demi menolong orang-orang yang mendapat musibah dan kesusahan. Kalau kita masih saja menahan harta kita ketika Allah memintanya, maka hal itu membuktikan bahwa kita lebih mencintai dunia ketimbang Allah swt. (KH. Jalaluddin Rahmat)
"Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi, dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka ? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka, dan telah mengolah bumi serta memakmurkannya lebih dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka. Akan tetapi, merekalah yang berlaku zalim kepada diri mereka sendiri." (Qs. Al-Rum 30:9)
Untuk menjelaskan Al-Quran yang saya bacakan di atas, sebagian ulama tafsir Al-Quran menyebutkan sabda Rasulullah saw berikut :
"Akan datang suatu zaman atas manusia. Perut-perut mereka menjadi Tuhan-tuhan mereka. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Dinar-dinar mereka menjadi agama mereka. Kehormatan mereka tergeletak pada kekayaan mereka. Waktu itu, tidak tersisa iman sedikit pun kecuali namanya saja. Tidak tersisa Islam sedikit pun kecuali ritual-ritualnya saja. Tidak tersisa Al-Quran sedikit pun kecuali pelajarannya saja. Mesjid-mesjid mereka makmur dan damai, akan tetapi hati mereka kosong dari petunjuk. Ulama-ulama mereka menjadi makhluk Allah yang paling buruk di permukaan bumi. Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan menimpakan kepada mereka berbagai bencana : Kekejaman para penguasa, kekeringan masa, dan kekejaman para pejabat serta pengambil keputusan."
Maka takjublah para sahabat mendengar pembicaraan Nabi. Mereka bertanya, "Wahai Rasul Allah, apakah mereka ini menyembah berhala ?"Nabi menjawab, "Ya ! Bagi mereka, setiap serpihan dan kepingan uang menjadi berhala." alam hadis di atas, Nabi meramalkan akan datang suatu zaman ketika manusia menjadikan uang sebagai berhala mereka. Setiap keping uang, setiap keping dirham, dolar dan rupiah ... menjadi berhala. Rasulullah menggambarkan dengan indah : Pada zaman itu, manusia mempertuhankan perutnya.
Kalau yang disebut Tuhan adalah sesuatu yang diikuti dan ditaati tanpa memikirkan alasan-alasan apa pun, maka orang akan menaati keinginan dan perut mereka dengan melakukan apa saja. Mereka mau menghabiskan malam seluruhnya hanya untuk mengisi perutnya. Dulu di zaman Rasulullah, orang-orang yang taat ibadat kepada Allah menghabiskan malamnya dengan menunaikan sholat malam (tahajjud). Nanti, akan datang suatu zaman ketika manusia begadang sepanjang malam, untuk kepentingan perutnya. Perempuan-perempuan mereka menjadi kiblat mereka. Seks menjadi kejaran mereka.
Mereka bertindak dan bekerja, dengan pikiran yang sepenuhnya terpusat ke arah itu. Tumpukan uang menjadi agama mereka. Kemuliaan seseorang pada zaman itu, diukur berdasarkan kekayaannya. Manusia memberikan penghormatan kepada orang yang memiliki banyak kekayaan. Maka di saat seperti itu, manusia berlomba-lomba menumpuk kekayaan untuk menunjukkan kemuliaan dan kehormatan mereka di tengah-tengah masyarakat.
Pada waktu itu, kata Rasulullah, iman hanya tinggal namanya saja. Islam hanya tinggal upacara ritualnya saja. Al-Quran hanya tinggal pelajarannya saja. Orang-orang mungkin ramai belajar Al-Quran, tetapi tidak mencoba hidup dengan ajaran Al-Quran. Mereka mungkin membaguskan suara Al-Quran, tetapi tidak membaguskan akhlak mereka dengan ajaran Al-Quran. Nabi saw juga mengatakan bahwa mesjid-mesjid pada masa itu ramai. Akan tetapi, hati penghuninya kosong dari petunjuk Allah. Ulama-ulama yang membimbing mereka, hanya dihormati karena pakaiannya saja.
Dalam riwayat yang lain, Nabi mengatakan bahwa :
"Orang tidak mengenal ulama kecuali karena pakaiannya yang khas, dan bukan karena ilmu serta akhlaknya. Orang tidak mengenal Al-Quran kecuali dengan suaranya yang baik. Mereka tidak beribadat kepada Allah kecuali di bulan Ramadhan saja. Bila ulama-ulamanya sudah seperti itu, dan bila umat Muslim hanya bersungguh-sungguh melakukan ibadat di bulan Ramadhan saja, maka mereka akan diberi penguasa yang tidak memiliki ilmu. Tidak ingin memaafkan rakyatnya. Dan tidak mempunyai kasih sayang kepada rakyatnya pula."
Takjub mendengarkan ucapan Rasulullah yang melukiskan keadaan zaman itu, para sahabat pun bertanya : "Wahai Rasul Allah, apakah mereka menyembah berhala ?" Nabi menjawab : "Benar. Hanya saja berhalanya bukanlah berhala yang dipahat dalam bentuk makhluk-makhluk tertentu. Berhalanya adalah uang. Mereka menyembah, mengabdi, dan mencurahkan seluruh hidupnya untuk uangnya."
Lalu Rasulullah saw bersabda :
"Nanti pada akhir zaman, ada sekelompok orang dari umatku yang datang ke mesjid. Mereka duduk dalam barisan yang rapat. Mereka berzikir. Namun zikir mereka adalah dunia, dan kecintaan mereka terpaut pada dunia. Janganlah kamu duduk bersama mereka, karena Allah tidak berkepentingan dengan mereka." Kalau dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis di atas, Nabi menceritakan pada kita tentang suatu zaman ketika manusia mencintai dunia dengan amat berlebihan, dan ketika mereka menjadikan dinar dan dirham sebagai berhala-berhala mereka ... maka beliau juga mengingatkan kita bahwa begitu cintanya manusia nanti di akhir zaman pada dunia, sampai-sampai mereka menjalankan ibadat sekali pun, demi kepentingan dunia mereka. Di dalam Ihya Ulumuddin, ketika menjelaskan ibadat haji, Imam al-Ghazali meriwayatkan sebuah hadis tentang
situasi ibadat haji di akhir zaman.
Rasulullah saw bersabda :
"Nanti di akhir zaman, ada empat macam orang menjalankan ibadat haji dari empat macam golongan masyarakat. Mereka adalah penguasa, pedagang, orang miskin dan para ulama. Penguasa akan menjalankan ibadat haji sebagai sejenis pesiar atau wisata. Pedagang akan menunaikan haji untuk kepentingan bisnis mereka. Orang miskin menunaikan haji untuk mengemis. Para ulama menunaikan haji hanya untuk memperoleh popularitas."
Jadi keempat golongan di atas, menunaikan ibadat haji hanya demi kepentingan dunia mereka semata. Mereka memang berzikir. Hanya saja, sebagaimana disabdakan Rasulullah, zikir mereka adalah dunia. Memang ada kecintaan di hati mereka. Akan tetapi, dalam hati mereka, kecintaan pada dunia jauh lebih besar dari kecintaan pada Allah. Mudah-mudahan Allah swt mencabut kecintaan kita pada dunia, dan memusatkan hati kita untuk lebih mencintai-Nya.
Saya akan menyebutkan salah satu obat untuk mengurangi kecintaan pada dunia. Meninggalkan dunia tidak berarti bahwa kita harus meninggalkan pekerjaan, tidak mencari nafkah, dan tidak bekerja keras. Mencari harta yang halal, diperintahkan oleh Allah swt. Malahan menurut Rasulullah, orang yang payah dalam mencari nafkah, bekerja keras dan kurang tidur demi mencari nafkah yang halal, beroleh pahala yang bisa menghapus dosa-dosanya. Rasulullah juga menyatakan bahwa ada dosa-dosa yang tidak bisa dihapus dengan apapun, kecuali dengan kesusahan dan kepayahan mencari nafkah.
Obat untuk menghilangkan kecintaan pada dunia adalah bahwa kita bekerja keras untuk mencari nafkah dan harta. Akan tetapi, kita juga tidak ragu-ragu untuk membagikannya kepada orang lain. Sebagian dari rezeki Allah itu kita bagikan, dan distribusikan untuk membahagiakan sesama manusia. Ujilah kecintaan kita pada dunia manakala Allah memanggil kita untuk mengorbankan harta kita demi kepentingan agama Allah, demi kepentingan umat Muslimin, dan demi menolong orang-orang yang mendapat musibah dan kesusahan. Kalau kita masih saja menahan harta kita ketika Allah memintanya, maka hal itu membuktikan bahwa kita lebih mencintai dunia ketimbang Allah swt. (KH. Jalaluddin Rahmat)
Kamis, November 13, 2008
Menepis Sifat Sombong
SOMBONG, takabbur, atau merasa diri besar adalah masalah yang sangat serius. Kita harus berhati-hati dengan persoalan ini. Sebab kesombongan inilah yang menyebabkan setan terusir dari surga dan kemudian dikutuk oleh Allah selamanya. Hadirnya rasa takabbur sangat halus sekali. Banyak orang telah merasa tawadhu (rendah hati) padahal dirinya di mata orang lain sedang menunjukkan sikap takabburnya.Tentang sikap takabbur ini Rasulullah SAW bersabda: Tidak akan masuk surga siapa yang di dalam hatinya ada kesombongan walau seberat debu. (HR Muslim).
Allah benar-benar mengharamkan surga untuk dimasuki orang-orang takabbur. Takabbur hanya layak bagi Allah yang memang memiliki keagungan sempurna. Sedang seluruh makhluk hanyasekadar menerima kemurahan dari-Nya. Penyakit takabbur memang benar-benar seperti bau busuk yang tidak dapat ditutup-tutupi dan disembunyikan. Orang yang mengidap penyakit ini demikian mudah dilihat oleh mata telanjang orang awam sekalipun dan dapat dirasakan oleh hati siapapun.Perhatikan penampilan orang takabbur! Mulai dari ujung rambut, lirikan mata, tarikan nafas, senyum sinis, tutur kata, jumlah kata, nada suara, bahkan senandungnya pun benar-benar menunjukkan keangkuhan.
Begitupun cara berjalan, duduk, menerima tamu, berpakaian, gerak-gerik tangan bahkan hingga ke jari-jari kaki. Semuanya menunjukkan gambaran orang yang benar-benar buruk perangainya.Ada pertanyaan menarik. Pantaskah sebenarnya orang bersikap takabbur, jika seluruh kebaikan pada dirinya semata-mata hanya berkat kemurahan Allah padanya? Padahal jika Allah menghendaki, dia bisa terlahir sebagai kambing. Tentu saja saat itu tidak ada lagi yang bisa disombongkan. Atau kalau Allah mau, dia bisa terlahir dengan kemampuanotak yang minim. Bahkan jika Allah takdirkan dia lahir di tengah-tengah suku pedalaman di hutan belantara, maka pada saat ini mungkin dia tengah mengejar babi hutan untuk makan malam. Apa lagi yang bisa disombongkan?Marilah kita berhati-hati dari bahaya kesombongan ini. Jika penyakit ini datang pada kita, kita akan sengsara. Langkah kehati-hatian ini bisa dimulai dengan mengenali ciri-ciri kesombongan. Rasulullah SAW bersabda: Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia. (HR Muslim).
Jika dalam hati kita ada satu dari dua hal ini, atau kedua-duanya ada, itu pertanda kita telah masuk dalam deretan orang-orang sombong. Sebagian orang ada yang merasa dirinya paling mulia, baik, salih, dekat pada Allah, dikabul doanya, berkah urusannya, dan lainnya. Ketika ada kebaikan lalu kita laporkan padanya, dia berkata: Oh, siapa dulu dong yang mendoakannya? Dan ketika kita datang padanya dengan keluhan berupa musibah, dia berkata: Ah, itu sih tidak aneh, sayapernah mengalaminya lebih parah dari itu.Ini adalah gambaran kesombongan. Orang merasa diri lebih dekat pada Allah, lalu memandang orang lain dengan pandangan yang merendahkan. Perilaku seperti ini jika diteruskan akan merugikan pelakunya. Hakikatnya, semua kebaikan dan keburukan terjadi karena izin Allah. Katakanlah (wahai Muhammad) bahwa semuanya (kebaikan dan keburukan itu) adalah dari sisi (atas takdir) Allah. (QS An Nisaa 4:78).
Kita tidak berdaya membuat kebaikan dan keburukan jika Allah tidak menghen daki hal itu terjadi. Sekalipun berupa doa atau puasa, tidak bisa dijadikan alasan bahwa kita punya kuasa atas kebaikan dan keburukan. Wallahu alam***(Oleh : KH Abdullah Gymnastiar )
Senin, November 03, 2008
Tawadhu
Alangkah beruntungnya orang-orang yang tidak disiksa oleh rindu dipuji orang lain, karena jika kita rindu dipuji orang lain kalau untuk urusan duniawi hukumnya mubah tapi kalau untuk urusan amal ibadah maka akan sirnalah amal ibadah kita.
Hikam:
Hai orang-orang beriman janganlah kamu batalkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan penerima, seperti orang yang membelanjakan hartanya karena riya kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan han kemudian. perumpamaan mereka seperti batu yang hem yang diatasnya tanah lalu hujan lebat menimpanya maka ia menjadi bersih. Mereka tidak memperoleh apapun dan apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk badan dan rupamu tetapi melihat niat dan keikhlasan didalam hatimu. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya yang paling kutakuti atas kamu sekalian adalah syirik kecil.” Sahabat bertanya: “Apa syirik kecil itu ya Rasulullah?’ Rasulullah bersabda: “Syirik yang kecil itu adalah riya”.
Riya dapat menghanguskan amal ibadah kita, karena suatu amal ibadah yang seharusnya ingin mendapatkan keridhoan Allah, berubah menjadi ingin mendapatkan nilai dan pujian dan orang lain. Dalam beramal kita harus menjaga niat agar terbebas dan ingin dipuji dan dinilai orang lain, ciri-ciri orang yang tidak ikhlas dalam beramal ialah ada orang dengan tidak ada orang amal ibadahnya berbeda. Kunci ikhlas adalah kita harus yakin Allah yang Maha membalas, Allah yang Maha menyaksikan dan Allah yang Maha menguasai semua yang kita inginkan.
Dalam beramal bukan karena tampak atau tidak tampak oleh orang lain, tetapi karena apa yang menjadi niat dihatinya. Berlebih-lebihan dalam pengeluaran tergantung pada niat, keperluan dan kemampuan dan orang yang mengeluarkannya.
Marilah kita menguatkan keyakinan kepada Allah, Allah melihat dan memiliki din kita, Allah yang menggenggam masa depan kita dan apapun yang kita inginkan semuanya dikuasai Allah swt. (Penulis: Abdullah Gymnastiar (Aa Gym).
Hikam:
Hai orang-orang beriman janganlah kamu batalkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan penerima, seperti orang yang membelanjakan hartanya karena riya kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan han kemudian. perumpamaan mereka seperti batu yang hem yang diatasnya tanah lalu hujan lebat menimpanya maka ia menjadi bersih. Mereka tidak memperoleh apapun dan apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk badan dan rupamu tetapi melihat niat dan keikhlasan didalam hatimu. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya yang paling kutakuti atas kamu sekalian adalah syirik kecil.” Sahabat bertanya: “Apa syirik kecil itu ya Rasulullah?’ Rasulullah bersabda: “Syirik yang kecil itu adalah riya”.
Riya dapat menghanguskan amal ibadah kita, karena suatu amal ibadah yang seharusnya ingin mendapatkan keridhoan Allah, berubah menjadi ingin mendapatkan nilai dan pujian dan orang lain. Dalam beramal kita harus menjaga niat agar terbebas dan ingin dipuji dan dinilai orang lain, ciri-ciri orang yang tidak ikhlas dalam beramal ialah ada orang dengan tidak ada orang amal ibadahnya berbeda. Kunci ikhlas adalah kita harus yakin Allah yang Maha membalas, Allah yang Maha menyaksikan dan Allah yang Maha menguasai semua yang kita inginkan.
Dalam beramal bukan karena tampak atau tidak tampak oleh orang lain, tetapi karena apa yang menjadi niat dihatinya. Berlebih-lebihan dalam pengeluaran tergantung pada niat, keperluan dan kemampuan dan orang yang mengeluarkannya.
Marilah kita menguatkan keyakinan kepada Allah, Allah melihat dan memiliki din kita, Allah yang menggenggam masa depan kita dan apapun yang kita inginkan semuanya dikuasai Allah swt. (Penulis: Abdullah Gymnastiar (Aa Gym).
Langganan:
Postingan (Atom)