Tidak di pungkiri lagi wanita memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan didunia ini, karena dari rahim-nya-lah, seorang Penjahat maupun Wali Allah berasal. Kalau kita mau merunut sejarah maka dapat kita temui begitu besar peranan wanita dalam agama. 2 orang khalifah masuk Islam dengan asbab wanita, yaitu : Umar r.a asbabnya adalah adiknya Fathimah binti Khattab r.ha dan Usman r.a asbabnya adalah bibinya Saudah r.ha., bahkan banyak lagi sahabiyah-sahabiyah yang memiliki peranan penting dalam perkembangan Islam itu sendiri.
Sejarah juga mencatat apabila ketidak adaan agama pada diri wanita maka kehancuran yang akan terjadi di muka bumi ini , Dalam buku “Gadis Kota Kufah”, Roman Sejarah Islam karya Georgie Zaidan dimana dalam buku itu di ceritakan betapa hebatnya pesona wanita cantik bernama Gutham membuat makar yang mengakibatkan Khalifah Ali bin Abi Thalif terbunuh.
Seberapa besarnya kerusakan dunia ini dapat dilihat dari seberapa besarnya kerusakan wanita yang ada di dunia ini. Sebaliknya seberapa baiknya dunia berbanding lurus dengan baiknya wanita di dunia.
Wanita tak ubahnya seperti sebuah pisau, tergantung di tangan siapa ia berada, apabila di tangan pembunuh maka kehancuran yang akan tercipta , tapi apabila ada di tangan dokter ahli bedah, maka kebaikan yang akan terwujud, Karena itu Agama menginginkan bagaimana dalam diri setiap wanita hari-harinya mempunyai fikir tentang agama sebagaimana hal tersebut juga Allah swt inginkan dari para pria.
Rumah yang ibunya mempunyai fikir agama, maka akan lahir anak-anak yang shaleh dan shalehah. Dari kisah-kisah para nabi, dapat dilihat istri nabi yang tidak punya fikir agama seperti nabi Nuh as. Beliau berda`wah selama 950 tahun hanya mendapat pengikut 83 orang. Anaknya menjadi kafir, kaumnya dimusnahkan oleh Allah swt. Nabi Luth as., istrinya menentang da`wah, anaknya menjadi kafir, kaumnya juga dimusnahkan oleh Allah swt. Sebaliknya Nabi Ibrahim as., istri-istrinya adalah wanita yang punya fikir agama, sehingga beliau mendapat banyak pengikut dan dari keturunannya lahir Nabi Ishaq as., Nabi Yusuf as., Nabi Daud as., Nabi Sulaiman as., Nabi Isa as., dan dari Siti Hajar lahir Nabi Ismail as., yang dari keturunannya lahir Nabi Muhammad saw.
Demikian pula istri-istri Rasulullah saw mampunyai fikir agama, terutama Khadijah r.ha yang telah mengorbankan seluruh harta bendanya untuk penyebaran agama Allah swt, dan beliaulah yang selalu menghibur, mendorong suaminya untuk si`arnya Islam, sehingga kurang lebih 23 tahun Nabi berda`wah, seluruh jazirah Arab masuk Islam.
Lantas hal-hal apa saja yang Allah swt harapkan dari para wanita, ulama bagi tahu sedikitnya ada 6 hal yang Allah swt harapan ada pada diri wanita.
Pertama , Allah swt mengharapkan dari wanita adalah bagaimana setiap wanita di tuntut untuk menjadi `Alimah (wanita yang berilmu).
Pemimpin keluarga adalah suami tetapi pemimpin rumah tangga adalah istri. Ibu adalah madrasahnya anak-anak. Ibu adalah universitas terbesar bagi anak-anaknya, sikap dan cara berfikir ibu sangat besar pengaruhnya bagi anak dan penghuni rumahnya, keluarganya dan lingkungan tetangganya..
Lantas bagaimana cara wanita memiliki ilmu??? Tidak ada cara lain dengan membuat Ta’lim harian dirumah, dimana setiap anggota keluarga menyisikan waktunya setiap hari secara istiqomah tanpa kecuali berkumpul untuk melakukan ta’lim harian di rumah. Dimana setiap harinya di bacakan firman Allah swt dan sabda Rasulullah saw serta kisah-kisah para sahabat Nabi saw. Dan tak lupa sekali atau dua kali dalam seminggu diadakan taklim adab-adab dan masail ( fiqh).
Suami sebagai pemimpin keluarga memberikan pengajaran tentang agama kepada keluarganya sekaligus pengontrol pembinaan keagaman di rumah, karena Ta`lim adalah perintah Allah swt dan salah satu sunnah Rasulullah saw. Ta`lim adalah roh agama. Ta`lim adalah salah satu pintu gerbang masuknya agama ke dalam rumah.
Lantas bagaimana kalau suami tidak mengerti tentang hukum-hukum dalam agama, maka disinilah tugas seorang istri untuk mendorong suaminya agar mendatangi para Ulama untuk bertanya perkara-perkara yang dianggap penting, kesalahan kita hari ini, apabila wanita tidak mengerti agama , maka wanita sendirilah yang bertanya langsung ke ustadz, padahal yang benar adalah wanita terlebih dulu bertanya kepada suami atau mahramnya kalau suami atau mahramnya tidak mengerti maka dorong mereka untuk bertemu dan bertanya kepada para ulama. Sehingga kedudukan suami sebagai kepala keluarga tetap berwibawa, bukan malah seperti sekarang para istri sibuk mengadakan pengajian di masjid para suami berkumpul bersama rekan-rekannya melakukan hal-hal yang di larang oleh agama.
Yang kedua yang Allah swt harapan dari para wanita adalah Zahidah : hidup sederhana. Hidup sedehana adalah salah satu sunnah cara hidup Rasulullah saw. Dengan hidup sederhana hisab akan mudah dan ringan. Sederhana pakaian, makanan, perumahan, perabotan, penampilan dll. Apabila di rumah, ibu selalu disibukkan dengan urusan rumah tangga seperti mengurus anak, membersihkan rumah, memasak dll sehingga sulit untuk belajar agama dengan benar.
Yang Ketiga wanita diharapkan menjadi `Abidah : Ahli ibadah, menjaga shalat di awal waktu, dzikir pagi petang, semua pekerjaan rumah selalu diiringi dengan dzikir, istiqamah baca Al-Qur`an dan berusaha untuk selalu mengkhatamkannya, shalat-shalat sunat,puasa wajib dan puasa sunat serta gemar bersedeqah.
Yang Ke empat : Murabbiyah : Sebagai guru yang mendidik anak – anak secara Islam. sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw ; Karena anak adalah amanah dari Allah swt maka pentingnya bagi seorang wanita untuk selalu memperhatikan:
Tarbiyatul adab : jaga ada-adabnya.
Tarbiyatul jasad : badan, pakaian dan makanan.
Tarbiyatul wiladhah : setelah melahirkan.
Tarbiyatul Diin : Agama,
kenalkan agama sejak anak-anak masih kecil, latih untuk selalu takut hanya kepada Allah swt, tanamkan pada anak Cinta Allah dan RasulNya cinta saudara dll. Pekenalkan pada anak-anak kita pejuang-pejuang agama terlebih para Sahabat r.a dengan cara sering-sering menbacakan kisah hidup mereka dari pada mendongengkan cerita-cerita yang di buat oleh orang-orang kafir.
Kelima sebagai Khaddimah : Selalu berkhidmat untuk suami dan anak – anak dalam setiap menunaikan keperluan dan kebutuhan suami dan anak-anak serta setiap tamu yang datang ke rumah dengan ikhlas karena Allah swt.
Yang ke enam, bagaimana setiap wanita menjadi. Da`iyah : Mengajak manusia untuk selalu ta`at kepada Allah swt dan kepada Rasulullah saw dengan menanamkan iman yakin kepada kampung akhirat, dll.
Karena itu sangat penting bagi wanita untuk mempunyai pengetahuan dan fikir agama. Kita tahu bahwa kita punya tanggung jawab untuk menanamkan fikir agama kepada anak-anak kita, pembantu-pembantu kita, keluarga kita, orang-orang di sekitar kita dan siapapun yang bertemu dengan kita. Di akhirat kelak kita akan di ditanya tentang : shalat kita, puasa kita, zakat kita dan amal perbuatan lainnya.
Sebagai muslim, baik laki-laki maupun wanita mempunyai tanggung jawab da`wah, maka wanita pun akan diminta pertanggung jawabannya mengenai da`wah. Setelah nabi wafat perjuangan da`wah dilanjutkan oleh para sahabatnya dengan pengertian dan dorongan para istrinya sehingga tidak beberapa lama 2/3 belaha bumi menjadi Islam.
Demikianlah semua ini berkat pengaruh dan fikir kaum wanita. Seorang wanita sholehah lebih baik dari 70 aulia, sedangkan wanita yang akhlaknya buruk lebih jahat dari 1000 laki-laki yang jahat dan dia akan menyeret 4 laki-laki keneraka jahannam yaitu :1. suaminya, 2. Bapaknya, 3. Saudara laki-lakinya, 4. Anak laki-lakinya.
Wanita yang tidak digunakan untuk kerja agama maka ia pasti akan di gunakan oleh orang fasik untuk kerja-kerja dunia.
Jadi sangat perlu sekali wanita ikut ambil bagian dalam usaha da`wah ini. Agama akan sangat lambat sekali perkembangannya apabila para wanitanya tidak ikut usaha da`wah. Ibarat pedati yang mempunyai roda sebelah, maka jalannya pun akan lama atau seperti seekor burung yang sayapnya patah sebelah.
Oleh karena untuk kedepannya semoga makin banyak wanita yang sadar akan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai hamba Allah swt dan pengikut Rasulullah saw. Dan semoga Allah swt dengan kasih sayang-Nya memudahkan para wanita untuk melakukan hal tersebut. Amien
Subhanallahi wabihamdika ashadu ala ilaha ila anta astagfiruka waatubuhu ilaik’..
(Budy S.)
Jumat, Juli 17, 2009
Rabu, Juli 01, 2009
Riak Gelombang di Telaga Tua
Bangunan itu tampak lusuh, cat yang memudar dan lumut menyelimuti dinding tuanya. Di sekelilingnya, semak belukar laksana taman bunga yang indah bermekaran. Lirih rintihan tangis, tawa yang sumbang bahkan teriakan menyayat perasaan kadang terdengar hingga kejauhan. Pedih dan tampak suram, menyiratkan perasaan muram penghuninya.
Nanar, dan mata yang menerawang menjadi pemandangan biasa. Tersisih dari regukan kasih sayang, lalu teronggok lemah dalam belenggu kerinduan yang menguliti renta jiwanya. Merenung dan melamun seakan menjadi rutinitas harian, mengingat masa lalu saat meretas masa depan buah hati tercinta.
Tanpa sadar, telaga tua itu berkaca-kaca hingga menimbulkan riak gelombang, jatuh menetes membasahi guratan keriput di wajah. Perlahan, lirih teralun senandung Dodoi Si Dodoi, ... Tidurlah anak tidurlah manja / Tidurlah anak tidurlah sayang / Pejamkan mata mu sayang / Jangan menangis oh intan / Ibu dodoikan hai sayang / Tidurlah intan... seraya tangan bagaikan menggendong buaian.
Tubuh-tubuh sepuh itupun lalu beringsut perlahan menghampiri jendela, berharap leluasa menatap ke jalan. Tak ada yang dinantikan selain kunjungan anak, keluarga atau saudara yang membawa seikat bunga kasih sayang. Saat fajar menggelepar keluar dari peraduan, hingga menghantar kerinduan rembulan yang ingin bercengkerama dengan burung malam, tak satu jua dapat mengusiknya. Lalu mereka pun terlelap dalam rengkuhan kesepian dan kepedihan.
Saudaraku yang kucinta karena Allah,
Menjadi tua pastilah menyapa setiap manusia, termasuk kedua orangtua kita. Saat lanjut usia, perhatian dan kasih sayang kita bagai embun yang akan menelisik lembut, membasahi rongga jiwa mereka. Cinta yang teruntai dari sikap dan kata-kata pun lebih bernilai harganya dari uang serta harta benda. Namun, cepatnya putaran dunia seakan mengasingkan keberadaan kita dengan mereka, hingga Panti Wreda menjadi pilihan saat pikun dan lamban mulai menjangkiti usia senja.
Malu karena pikun dan takut menodai kehormatan keluarga, kadang menjadi alasan pengasingan di usia renta, seakan diri ini hina memiliki orangtua seperti mereka. Padahal hina itu justru saat kita menepiskan mereka di hari tuanya, sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah bersabda, "Semoga terhina, semoga terhina, semoga terhina, orang yang mendapati kedua orangtuanya telah tua, salah satu atau keduanya, tapi dia tidak bisa masuk surga karena keduanya." (HR. Muslim nomor 2551)
Ingatkah kita bahwa Abu Hurairah radliyallahu 'anhu, jika keluar dari rumahnya selalu berhenti di depan pintu ibunya sambil berkata, "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, wahai ibuku!" Dan ibunya menjawab, "Wa'alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh, wahai anakku!" Abu Hurairah lalu berkata, "Semoga Allah menyayangimu sebagaimana engkau telah mendidikku di waktu kecil." Maka ibunya berkata, "Semoga Allah juga menyayangimu sebagaimana engkau telah berbuat baik kepadaku di masa tuaku."
Sahabat Abdullah bin Amr bin Al Ash radliyallahu 'anhu pun pernah bercerita, seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan kemudian berkata, "Aku datang berbaiat kepadamu untuk hijrah, dan aku tinggalkan kedua orangtuaku dalam keadaan menangis." Mendengar hal itu, Nabi bersabda, "Kembalilah engkau kepada mereka, buatlah keduanya tertawa sebagaimana sebelumnya engkau telah membuatnya menangis." (HR. Abu Dawud nomor 2528 dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud nomor 2205)
Duhai jiwa...
Mengapa kau sia-siakan dan lupakan mereka?
Kau dahulukan berbuat baik kepada yang lain dari keduanya
Tidakkah engkau sadar, orang yang berbuat baik kepada orangtuanya nanti akan ditaati pula oleh anak-anaknya?
Kalau kau mendurhakai orangtua, kelak anak-anak pun akan durhaka kepadamu
Tidakkah engkau takut mereka akan memperlakukanmu sebagaimana perlakuanmu kepada orangtuamu?
Sebagaimana engkau bersikap, demikian juga engkau nanti akan disikapi anak-anakmu
Tua, sepuh hingga pikun di kala renta, bukankah itu pasti terjadi pada semua manusia?
Lalu mengapa kehormatan dan harga diri ini lebih berharga dari kasih sayangnya kepada kita?
Ya akhi wa ukhti...
Jangan biarkan pemilik telaga tua itu selalu menanti kehadiranmu
Jangan biarkan pula riak gelombang tersirat di telaga tuanya
Datanglah dengan kasih sayang dan perhatian serta cinta
Sungguh, mereka tak butuh apa-apa
Hanya itu...
Wallahua'lam bi showab.
(Author: Abu Aufa)
Nanar, dan mata yang menerawang menjadi pemandangan biasa. Tersisih dari regukan kasih sayang, lalu teronggok lemah dalam belenggu kerinduan yang menguliti renta jiwanya. Merenung dan melamun seakan menjadi rutinitas harian, mengingat masa lalu saat meretas masa depan buah hati tercinta.
Tanpa sadar, telaga tua itu berkaca-kaca hingga menimbulkan riak gelombang, jatuh menetes membasahi guratan keriput di wajah. Perlahan, lirih teralun senandung Dodoi Si Dodoi, ... Tidurlah anak tidurlah manja / Tidurlah anak tidurlah sayang / Pejamkan mata mu sayang / Jangan menangis oh intan / Ibu dodoikan hai sayang / Tidurlah intan... seraya tangan bagaikan menggendong buaian.
Tubuh-tubuh sepuh itupun lalu beringsut perlahan menghampiri jendela, berharap leluasa menatap ke jalan. Tak ada yang dinantikan selain kunjungan anak, keluarga atau saudara yang membawa seikat bunga kasih sayang. Saat fajar menggelepar keluar dari peraduan, hingga menghantar kerinduan rembulan yang ingin bercengkerama dengan burung malam, tak satu jua dapat mengusiknya. Lalu mereka pun terlelap dalam rengkuhan kesepian dan kepedihan.
Saudaraku yang kucinta karena Allah,
Menjadi tua pastilah menyapa setiap manusia, termasuk kedua orangtua kita. Saat lanjut usia, perhatian dan kasih sayang kita bagai embun yang akan menelisik lembut, membasahi rongga jiwa mereka. Cinta yang teruntai dari sikap dan kata-kata pun lebih bernilai harganya dari uang serta harta benda. Namun, cepatnya putaran dunia seakan mengasingkan keberadaan kita dengan mereka, hingga Panti Wreda menjadi pilihan saat pikun dan lamban mulai menjangkiti usia senja.
Malu karena pikun dan takut menodai kehormatan keluarga, kadang menjadi alasan pengasingan di usia renta, seakan diri ini hina memiliki orangtua seperti mereka. Padahal hina itu justru saat kita menepiskan mereka di hari tuanya, sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah bersabda, "Semoga terhina, semoga terhina, semoga terhina, orang yang mendapati kedua orangtuanya telah tua, salah satu atau keduanya, tapi dia tidak bisa masuk surga karena keduanya." (HR. Muslim nomor 2551)
Ingatkah kita bahwa Abu Hurairah radliyallahu 'anhu, jika keluar dari rumahnya selalu berhenti di depan pintu ibunya sambil berkata, "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, wahai ibuku!" Dan ibunya menjawab, "Wa'alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh, wahai anakku!" Abu Hurairah lalu berkata, "Semoga Allah menyayangimu sebagaimana engkau telah mendidikku di waktu kecil." Maka ibunya berkata, "Semoga Allah juga menyayangimu sebagaimana engkau telah berbuat baik kepadaku di masa tuaku."
Sahabat Abdullah bin Amr bin Al Ash radliyallahu 'anhu pun pernah bercerita, seorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan kemudian berkata, "Aku datang berbaiat kepadamu untuk hijrah, dan aku tinggalkan kedua orangtuaku dalam keadaan menangis." Mendengar hal itu, Nabi bersabda, "Kembalilah engkau kepada mereka, buatlah keduanya tertawa sebagaimana sebelumnya engkau telah membuatnya menangis." (HR. Abu Dawud nomor 2528 dan dishahihkan Asy Syaikh Al Albani dalam Shahih Abu Dawud nomor 2205)
Duhai jiwa...
Mengapa kau sia-siakan dan lupakan mereka?
Kau dahulukan berbuat baik kepada yang lain dari keduanya
Tidakkah engkau sadar, orang yang berbuat baik kepada orangtuanya nanti akan ditaati pula oleh anak-anaknya?
Kalau kau mendurhakai orangtua, kelak anak-anak pun akan durhaka kepadamu
Tidakkah engkau takut mereka akan memperlakukanmu sebagaimana perlakuanmu kepada orangtuamu?
Sebagaimana engkau bersikap, demikian juga engkau nanti akan disikapi anak-anakmu
Tua, sepuh hingga pikun di kala renta, bukankah itu pasti terjadi pada semua manusia?
Lalu mengapa kehormatan dan harga diri ini lebih berharga dari kasih sayangnya kepada kita?
Ya akhi wa ukhti...
Jangan biarkan pemilik telaga tua itu selalu menanti kehadiranmu
Jangan biarkan pula riak gelombang tersirat di telaga tuanya
Datanglah dengan kasih sayang dan perhatian serta cinta
Sungguh, mereka tak butuh apa-apa
Hanya itu...
Wallahua'lam bi showab.
(Author: Abu Aufa)
Langganan:
Postingan (Atom)