Malam itu dia berjalan di bawah sinar sinar lampu jalanan Jakarta, malam, sepi hanya beberapa mobil lewat membelah jalanan di rasuna said dia terus berjalan, hatinya gelisah, memikirkan rumah kontrakannya yang kurang memadai, ia menghayal memiliki rumah yang indah, yang layak pakai. tiba di depan halte bis, Ia menoleh ke sisi kanannya, seorang tua tanpa baju tergeletak mendengkur di atas halte, syaiful terhenyak ia masih lebih beruntung dan pengemis jalanan itu malam itu, syaiful duduk terpekur di atas kursi kerjanya, dipandanginya jalanan lewat jendela, badannya tampak letih, wajahnya kusut, pakainnya lusuh, seharian menghitung angka angka membuat kepalanya pening, sempat terpikirkan olehnya betapa penghasilan yang didapatnya tak seimbang dengan tenaga dan pikiran yang dikeluarkannya, ‘tek tek tek’, suara itu mengusik keheningan syalful, dipandanginya di bawah, sebuah gerobak berjalan di bawah sana.. syaiful melihat seorang penjual nasi goreng berjalan di tengah kegelapan malam, berjalan jauh dan satu tempat ke tempat lain, berharap ada orang yang membuka pintu rumahnya dan membeli nasi gorengnya, syaiful menarik nafasnya, ah mungkin keletihanku tak seletih sang penjual nasi goreng, tak sepenat penjual gorengan yang mengangkut gorengan di atas pundaknya dan berjalan jauh tak sewajarnya aku berkeluh kesah seperti ini, begitu pikir syaiful siang itu syaiful makan siang disebuah warteg uangnya tinggal 10.000 rupiah, padahal gajian baru 7 hari lagi. dipesannya makanan sederhana, nasi putih separuh, tempe goreng, krupuk dan sambal .. sangat sederhana, sementara di sampingnya, seorang pemuda sedang rnakan dengan ikan ayam dan telor, ah beruntung sekali orang itu, pikir syaiful.. nasi hampir habis, ketika ia melihat, di seberang jalan seorang anak tanpa alas kaki, memegang ranting pohon, membungkuk, mengorek ngorek tempat sampah, mencari sisa makanan Ya rabbi, untuk kesekian kalinya syaiful bersyukur atas keadaan dirinya ... duh ya Rabbi, jadikan aku hamba yang pandai bersyukur, begitu desah syaiful..malam itu, syaiful duduk terbaring di atas karpet, berbantalkan sajadah ... ia menerawang ke langit langit, ia menerawang jauh, a berkhayal, tidur diatas kasur spring bed seperti kawan kawannya, dengan selimut tebal, bebas dan gangguan nyamuk.. tapi, seiring lamunannya, ingatannya terbawa pada kehidupan sang Nabi.. ketika umar bin khattab masuk ke bilik nabi, umar menangis tersedu sedu, ketika ditanyakan kenapa umar menangis, umar menjawab .. ya nabi, aku tak tega melihat bekas bekas tikar di rusukmu, engkau begitu sederhana, sementara kisra bercahayakan emas.. nabi yang agung ini menjawab, “umar, janganlah terpengaruh dunia, cukuplah bagi kita kebahagiaan akhirat syaiful terpekur, dibacanya doa pengantar tidur, hatinya tenang, ia bersyukur kembali .. karena Allah memberinya ijin untuk mensyukuri keadannya, dan memberikannya contoh contoh teladan dalam kehidupannya, dan Ia bersyukur, ia masih lebih baik dan yang lain ... ia masih punya karpet untuk berbaring, ia masih punya kontrakan untuk berlindung dan panas dan hujan, ia masih punya pekerjaan dan penghasilan untuk menopang hidupnya
Subhanallah, Ia ilah ha illa Anta, astaghfiruka, walhamdulillahhi rabbil ‘alamin.. syaiful meredupkan matanya, tak ada yang perlu ditakutkan, Allah memeliharanya dan memberikan baginya bagiannya ... sayup sayup terdengar suara mengaji dan masjid di depan rumahnya, syaiful terpejam, ada senyuman di bibirnya ... ada ketenangan mengalir di dadanya, seekor nyamuk menempel di keningnya, namun syaiful tetap terpejam, dan malam berlalu seiring berputarnya waktu. (From: Ery Dwi Kartini )
Rabu, Oktober 15, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar