Rabu, Juli 23, 2008

Gerbong Keampunan

Perlahan laju kereta mulai berhenti di Stasiun Depok Baru, para penumpang yang sudah berjejal di dalam gerbong kereta ekonomi Bogor-Jakarta harus sedikit menahan tubuhnya agar tidak terjatuh saat kereta itu mengerem. Sementara suhu di dalam kereta semakin panas dibumbui aroma yang terkadang kurang sedap oleh peluh tumpukan manusia didalamnya, belasan orang harus bergelantungan di pintu kereta bahkan puluhan laki-laki lainnya terpaksa menaiki atap kereta dengan resiko terpanggang 15.000 Volt listrik yang mengalir tidak lebih dan setengah meter diatas kepala mereka.

Saat kereta berhenti tidak terlalu lama, hanya beberapa menit saja ratusan orang sudah menunggu dan siap menyerbu masuk ke dalam gerbong. Bruk, bruk, bruk ... tiga-empat-lima orang masuk dengan sekuat tenaga mencoba menerobos orang-orang yang berdiri di pintu. Bagi mereka yang tidak terangkut, harus rela menunggu kereta selanjutnya kira-kira 15-20 menit kedepan, itu pun dengan catatan jika tidak ada masalah keterlambatan atau kereta mogok. Setelah dengan selamat masuk di dalam gerbong, bukan berarti tidak ada masalah. Aroma berbagai peluh ratusan manusia dalam gerbong yang penuh sesak dan berjejal, suasana panas akibat sedikitnya pembagian udara dalam gerbong, baju yang lusuh dan lecek, sepatu yang kotor terinjak-injak, kemungkinan jatuh karena terdorong kesana kemari, sampai tangan-tangan jahil pelecehan seksual maupun penguntit barang alias copet. Bila tidak sanggup menerima semua kemungkinan yang hampir pasti dialami oleh setiap penumpang kereta ekonomi itu, ia pasti akan memilih keluar meninggalkan gerbong saat kereta berhenti pada stasiun berikutnya, itupun masih butuh perjuangan untuk bisa keluar dan gerbong.

Terkadang semua kesulitan dan tantangan dengan berbagai resiko yang bakal menghampirinya harus ditempuh setiap manusia untuk mencapai semua yang ditujunya, untuk menggapai segala apa yang hendak diraihnya, untuk merengkuh cita-cita dan harapannya. Tidak peduli kepala menjadi kaki dan kaki menjadi kepala, tidak hanya peluh bahkan darahpun rela dikucurkannya, tak peduli pula seberapa banyak pengorbanan yang harus dilakukannya.

Saudaraku, tentu gerbong keampunan Allah jauh lebih besar dan lebih luas. Ia juga tidak hanya datang setiap 15-20 menit sekali, bahkan gerbong-gerbong keampunan itu selalu hadir setiap detik setiap waktu kapanpun manusia mau. Tidak perlu berdesak dan berjejal memburu gerbong itu, meski memang harus bersegera untuk memasuki gerbongnya, namun tidak perlu takut untuk tidak mendapatkan tempat didalamnya karena selain pintunya begitu banyak dan terbuka lebar, gerbong itupun begitu luas seluas langit dan bumi. Namun demikian, bukan berarti ketika sudah berada didalamnya cobaan, gangguan dan tantangan tidak mengintip untuk menguji kesabaran untuk tetap berada didalamnya. Tentu saja tetap ada peluh dan kepahitan dalam mengarungi perjalanan menuju keampunan-Nya untuk melihat siapa-siapa yang tetap teguh mengikuti jalan-Nya. “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dan Tuhanmu dan kepada syurga yang Iuasnya seluas Ian git dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa” (QS. Ali Imran:133) Wallahu a’Iam bishshowab (Bayu Gautama)

Tidak ada komentar: